WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) memperkenalkan inovasi pendanaan bencana pertama di dunia yang diberi nama Pooling Fund Bencana (PFB).
Skema ini diumumkan pada acara Asia Disaster Management and Civil Protection Conference (ADEXCO) 2025 yang berlangsung di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, pada 10–13 September 2025.
Baca Juga:
PLN Hadirkan HCS Ultima, Layanan Home Charging EV dengan Pemasangan Lebih Cepat dan Praktis
PFB hadir sebagai terobosan untuk memperkuat sistem pembiayaan penanggulangan bencana nasional.
Skema ini dirancang dengan pendekatan berkelanjutan yang menyatukan tiga fungsi utama, yaitu penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana, agar penanggulangan bencana lebih efektif, efisien, serta berkesinambungan.
Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto menjelaskan bahwa PFB merupakan jawaban atas keterbatasan metode konvensional dalam pembiayaan bencana yang selama ini masih sangat bergantung pada anggaran pemerintah, baik APBN maupun APBD.
Baca Juga:
Inovasi Berkelanjutan dari Kampus UNJA: Dari Limbah Sawit Jadi Bioplastik hingga Panel Surya Portabel
Menurutnya, PFB adalah sebuah inovasi berkelanjutan yang memungkinkan tersedianya dana yang tepat sasaran, tepat waktu, tepat guna, efektif, serta memadai bagi penanggulangan bencana.
Dana utama yang terhimpun dalam PFB nantinya akan dikelola dengan prinsip kehati-hatian melalui investasi instrumen jangka pendek maupun jangka panjang yang aman dan optimal, sambil tetap memperhatikan manajemen risiko.
"Inovasi ini belum ada di negara manapun. Indonesia berani mengambil langkah nyata dengan menyatukan semua aspek dalam satu ekosistem, yaitu penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana untuk penguatan penanggulangan bencana yang disertai penyaluran untuk pelindungan melalui asuransi bencana dan objek asuransi lainnya," ujar Joko dalam keterangannya, pekan ini.
Lebih jauh, Joko menambahkan bahwa PFB tidak hanya berfungsi untuk memperkuat pendanaan di seluruh fase bencana, mulai dari pra-bencana, tanggap darurat, hingga pasca-bencana, tetapi juga mengedepankan aspek perlindungan melalui mekanisme transfer risiko.
Salah satunya diwujudkan lewat asuransi, seperti skema Asuransi Barang Milik Negara (ABMN) yang sudah berjalan saat ini.
Asuransi tersebut penting untuk memperluas perlindungan finansial apabila terjadi bencana yang mengakibatkan kerusakan aset negara maupun daerah, serta kerugian ekonomi.
Dengan cara ini, PFB diharapkan mampu menjadi instrumen strategis yang memperkuat ketahanan sistem pembiayaan bencana di Indonesia.
Pada tahun 2025, dana PFB akan difokuskan pada pembiayaan kegiatan pra-bencana, seperti memperkuat kesiapsiagaan di bidang kesehatan, mendorong perlindungan sosial adaptif, hingga membantu daerah menyiapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam menghadapi risiko bencana.
"PFB tidak menggantikan mekanisme pendanaan yang telah berjalan saat ini, melainkan untuk melengkapi dan menambah opsi pendanaan yang sudah ada sekarang selain dana siap pakai, hibah rehabilitasi dan rekonstruksi maupun bantuan tidak terduga," kata Joko.
Dengan adanya PFB, pemerintah pusat maupun daerah kini memiliki alternatif tambahan dalam bauran instrumen pembiayaan bencana.
Skema ini diyakini akan membuat sistem lebih fleksibel dan tidak hanya bertumpu pada satu sumber pendanaan saja.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]