WahanaNews.co | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mendorong berbagai alternatif pembiayaan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan guna mewujudkan program 10 juta sambungan air minum ke rumah (SR). Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Berdasarkan RPJMN tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan, kebutuhan dana untuk mencapai program 10 Juta SR sebesar Rp 123,4 triliun.
Baca Juga:
Usai Ditandatangani, Pemkab Karo Serahkan Aset Pembangunan SPAM ke Direktur PDAM Tirta Malem
Sementara itu, diproyeksikan porsi APBN tahun 2022-2024 hanya mampu memenuhi 17% atau sekitar Rp 21 triliun, APBD sebesar 13% atau sekitar Rp 15,6 triliun, dan sisanya 70% atau sekitar Rp 86,8 triliun bersumber dari lainnya, salah satunya investasi.
"Sebagai langkah untuk menutupi gap pendanaan (funding gap) non-APBN sebesar 70% ini pemerintah membuka peluang alternatif pendanaan dengan melibatkan badan usaha. Khusus untuk penyediaan air minum perpipaan diharapkan tahun 2024 mencapai 30% dan hari ini masih 20,6%, sementara negara-negara lain rata-rata sudah 70%, sehingga penanganannya harus dari hulu hingga hilir," kata Herry TZ pada acara Webinar CreatIFF 2022 melalui keterangannya, Sabtu (05/11/2022).
Selaras dengan hal tersebut, terbentuklah inovasi pembiayaan melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur tanpa membebani APBN maupun APBD. Salah satunya, ialah dengan sistem Source to Tap. Herry mengatakan, inovasi pembiayaan infrastruktur air minum dengan sistem Source to Tap didorong untuk memberikan solusi berkelanjutan terhadap proyek KPBU.
Baca Juga:
Pembangunan Sumedang Terus Dipacu, SPAM Jadi Skala Prioritas
"Prinsipnya, proyek penyediaan air minum dengan skema Source to Tap akan mengintegrasikan mulai dari perencanaan sistem dari hulu hingga hilir, sehingga timeline-nya lebih terukur antara pembangunan di hulu dengan penyerapan di hilir," kata Herry.
Herry menjelaskan, selain sistemnya terintegrasi antara hulu dan hilir, prinsip Source to Tap pada pembiayaan infrastruktur air minum akan lebih memperkecil risiko interface. Desain pembangunan lebih optimal dan efisien serta pembiayaan menjadi satu untuk proyek unsolicited dan mengoptimalkan struktur proyek untuk blended finance pada proyek solicited.
"Sehingga lebih memberikan kepastian investasi bagi badan usaha karena mulai perencanaan hingga implementasinya akan terintegrasi. Tinggal nanti bagaimana ada penyesuaian-penyesuaian agar layanan masyarakat tetap maksimal, tetapi dari sisi investasi juga menjanjikan," tambahnya.
Sebagai informasi, pendekatan pembiayaan Source to Tap untuk program penyediaan air minum salah satunya dilakukan pada pembangunan SPAM Ir. H. Djuanda atau Jatiluhur II di Jawa Barat. SPAM Ir. H. Djuanda memanfaatkan sumber air dari Waduk Jatiluhur dengan kapasitas 7.000 liter/detik.
Manfaat proyek ini salah satunya memperluas layanan air bersih sebesar 5% untuk DKI Jakarta, 10% Kota Bekasi, 11% Kabupaten Bekasi, dan 9% Kabupaten Bogor.[zbr]