WahanaNews.co | Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyaknya suku bangsa dan agama yang dapat melahirkan banyaknya budaya.
Tentunya upaya dalam mepersatukan Indonesia tersebut sangatlah tidak mudah karena dari setiap sektor wilayah memiliki konsep sub-kultural yang berbeda-beda sehingga secara visi konseptual untuk mencapai cita yang di inginkan selalu banyak tantangan yang membayanginya.
Baca Juga:
BPDPKS-BRIN Dorong Pemanfaatan Sawit untuk Hortikultura Indonesia
Tantangan tersebut hadir dalam bentuk sikap intoleransi, radikalisme dan terorisme yang timbul dari berbagai pemikiran setiap individu, kelompok masyarakat, bahkan hal itu dapat terkeruhi dari budaya luar yang hadir di tengah masyarakat Indonesia.
“Salah satu sarana yang dipakai saat ini adalah Media sosial yang dimana penggunaannya bisa berpartisipasi berbagi dan menciptakan opini melalui jaringan sosial.”
"Media sosial tentu saja memberikan dampak positif seperti memudahkan kita berinteraksi memperluas relasi dan mempercepat penyebaran informasi namun di samping dampak positif terdapat pula dampak negatif dari media sosial terutama hal intoleransi dan radikalisme golongan radikal dan intoleran menyebarkan informasi melalui platform digital," ujar Mukhlis Basri Anggota komisi 1 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dalam acara Webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Menghadapi gelombang intoleransi dan radikalisme di ruang digital.
Baca Juga:
Genjot Ekspor ke Wilayah Afrika Barat, Kemendag Gelar Seminar Web Tentang Merek
Mukhlis Basri dalam Webinar menyampaikan, media sosial sangat besar perannya untuk menciptakan opini publik, Intoleransi dan radikalisme menganut sistem adu domba melalui penyebaran pesan hoaks bermotif penghasutan kebencian, permusuhan, serta hasutan untuk melakukan kekerasan.
Mukhlis mengatakan, pencegahan lebih baik daripada mengobati konten radikal yang ada di sosial media
"Paham radikalisme dan intoleransi yang meluas menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah dan kita semua, pencegahan adalah upaya yang paling efektif untuk membendung penyebaran akan paham tersebut, mencegah lebih baik untuk memerangi radikalisme dan intoleransi berkedok opini publik, jika dibandingkan dengan menyembuhkan konten radikal di media sosial," tambah Mukhlis.
Dalam paparannya, Mukhlis menyampaikan melalui media sosial literasi digital terhadap generasi muda wajib terus dilakukan dan disosialisasikan, selain bijak sosial media upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme dapat dilakukan melalui peningkatan wawasan keagamaan, kebangsaan, dan sosial politik dengan melakukan upaya penguatan nilai-nilai luhur bangsa.
"Diharapkan seluruh generasi muda bangsa Indonesia akan semakin cinta kepada negara karena mencintai negara adalah merupakan kewajiban kita bersama sebagai anak bangsa," tutup Mukhlis.
Sementara itu, Dosen Fakultas ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung Budi Raharjo mengatakan tantangan saat ini yang kita hadapi adalah melemahnya Penghayatan dan Pengamalan terhadap nilai-nilai Pancasila yang sudah kita bangun komitmen nasionalnya.
Kondisi ini barangkali kemudian merupakan tantangan dan ancaman yang kita hadapi seiring dengan berkembangnya teknologi informasi.
“Persoalannya adalah penurunan atau degradasi maka kemudian akhirnya kita rawan untuk dipecah belah, diadu domba, kemudian mudah dipengaruhi dengan berita-berita yang provokatif, propaganda dan mengarah kepada perpecahan.”
"Bangsa Indonesia menjadi incaran oleh banyak pihak, jadi kita harus perkuat dengan pemahaman dan pengawetan kita terhadap nilai-nilai luhur bangsa ini," tutup Budi.