WAHANANEWS.CO, Jakarta - Isu yang menyebar di masyarakat tentang rencana pemerintah mengambil alih tanah tanpa sertifikat mulai tahun 2026, khususnya yang hanya memiliki girik, verponding, atau letter C, dibantah oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) ATR/BPN, Asnaedi, secara tegas menyatakan kabar tersebut tidak sesuai dengan fakta.
Baca Juga:
Kementerian PPPA Tekankan Isu Gender Harus Masuk RPJMD 2025–2029
"Jadi informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar,” tegasnya dalam konferensi pers di kantor ATR/BPN, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Asnaedi menjelaskan bahwa sejak lama, dokumen seperti girik, verponding, atau hak adat lainnya tidak dianggap sebagai bukti legal kepemilikan tanah.
Namun demikian, dokumen tersebut bisa dijadikan petunjuk adanya kepemilikan terdahulu yang dapat diakui dan dikonversi sesuai ketentuan.
Baca Juga:
Soal Isu Ijazah Jokowi, UGM Sebut Sudah Berkomunikasi dengan Polisi
"Ini seperti yang tertuang di UU Nomor 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mana bekas hak lama seperti girik ini dapat dilakukan pengakuan, penegasan, dan konversi sesuai peraturan,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah memiliki niat untuk mengambil paksa tanah milik masyarakat, termasuk tanah dengan status girik atau sejenisnya.
"Kalau itu giriknya ada, tanahnya ada, ia juga tetap menguasai tanah miliknya, ya enggak ada kaitannya itu diambil oleh negara,” jelas Asnaedi lagi.