WahanaNews.co | Banyak sekali usulan penundaan pemilu. Pengamat, akademisi, publik figur, hingga politisi seakan berlomba melempar gagasan. Ada dukungan, tak sedikit juga yang menolak mentah-mentah.
Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh bahkan menilai isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sudah usang.
Baca Juga:
Bawaslu Kubu Raya Selidiki Dugaan Kampanye Pilkada Difasilitasi Dinas Pendidikan Setempat
‘’Tak ada lagi yang menarik dibahas. Jika mau realistis, tengok saja jumlah yang mendukung dan yang menolak. Terutama keanggotaan partai politik di legislatif,’’ tutur Paloh di Medan, Sumut, pekan lalu.
Banyak pula pengamat memrediksi, jika pun usulan ini kelak masuk ke sidang MPR RI, diyakini tak akan lolos.
Meski melakukan amandemen terhadap UU bukan mustahil. Akan tetapi tidak akan berujung keputusan menunda Pmilu 2024 dan apalagi mengubah masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang akan berakhir pada 2024.
Baca Juga:
YLKI Wanti-wanti Konsumen Jangan Asal Viralkan Keluhan di Medsos, Ini Risikonya
Jika pun Presiden mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-udang), tetap statusnya di bawah UUD. Sementara jika nekat menelorkan Dekrit, justru lebih berbahaya. Potensi menjerumuskan pemerintahan sekarang ke jurang inkonsitusional.
Juga bisa memancing amarah rakyat. Dan berpotensi menimbulkan chaos. Yang ujung-ujungnya adalah people power.
Sebagaimana yang berkembang, tiga fraksi di DPR RI setuju pemilu ditunda. Ketiga fraksi tersebut adalah Partai Golkar, PKB, dan PAN.
Sementara yang menolak pemilu ditunda enam fraksi. Dari partai koalisi adalah PDIP, Gerindra, NasDem, dan PPP. Sedangkan dari oposisi Partai Demokrat dan PKS.
Kursi DPR RI berjumlah 577. Koalisi setuju Pemilu ditunda, rinciannya adalah, Partai Golkar 85 kursi, PKB 58 kursi, PAN 44 kursi. Totalnya 187 kursi.
Koalisi tidak setuju, PDIP 128 kursi, Partai Gerindra 78 kursi, Partai NasDem 59 kursi, PPP 19 kursi. Total 284 kursi.
Sementara oposisi tak setuju, Partai Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi. Total 104 kursi.
Jumlah kursi di DPR yang menolak penundaan Pemilu 2024 adalah 388 kursi. Unggul jauh ketimbang pendukung penundaan. (selengkapnya lihat grafis). Meski unggul jauh, tetap saja wacana ini menimbulkan teka-teki warga. Apalagi muncul isu soal pertemuan PKB, PAN, Golkar dengan salah satu Menteri Koordinator Kabinet Indonesia Bersatu. Kendati ini juga dibantah, guliran isu tunda Pemilu 2024 dan perpanjang jabatan Presiden seperti sudah didesain kaum elit.
Wacana penundaan Pemilu 2024 awalnya dicetuskan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Lalu Ketua Umum DPP PAN ZUlkifly Hasan dan lantas diikuti Partai Golkar melalui Ketua Umum DPP Airlangga Hartarto. Meski belakangan Golkar sendiri menyatakan masih membahas kelanjutan wacana itu.
Wacana penundaan pemilu ini rmuaranya adalah perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Pada akhir Januari, soal perpanjangan masa jabatan Presiden sudah dilontarkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Dengan alasan keinginan para pengusaha, pria yang juga Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu mengatakan saat bertemu dengan para pengusaha akhir Januari silam.
Bagaimana perintah Undang-Undang soal wacana tersebut? Konstitusi jelas dan final. Tidak ada penundaan Pilpres hingga menjadi tiga periode.
Dalam Pasal 7 UUD 1945 secara gamblang jelas menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden (Kepala Negara) dan Wakilnya hanya berlaku lima tahun. Dan hanya bisa dipilih untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Sementara Pasal 22 E UUD 1945, menjelaskan bahwa Pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Jelas dan final konstruksi UUD 1945 tidak memberi ruang untuk dilakukan penundaan Pemilu atau tiga periode untuk jabatan presiden.
Begitupun dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak ada ketentuan mengenai penundaan Pemilu, melainkan pemilu lanjutan dan pemilu susulan yang dapat terjadi karena kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan dan gangguan lainnya.
Meskipun ada ruang untuk menunda tahapan melalui Undang Undang Pemilu, tetapi tidak boleh menabrak UUD 1945 terkait dengan masa jabatan Presiden dan Wakilnya. Penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden sampai 2 tahun tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan keputusan segelintir elit politik, dan alasan stagnasi ekonomi karena pandemi Covid 19.
Hanya pemimpin yang tidak demokratis cenderung tidak ingin ada perubahan politik, karena ingin tetap memelihara akses kekuasaan, sumber daya politik dan finansial.
Jika tetap ngotot dan melakukan amandemen UUD 1945 saat ini, secara moral tidak pas karena kondisi ekonomi kita yang belum membaik, masih dilanda pandemi Covid 19, dan sulitnya beberapa bahan pokok dijangkau masyarakat.
Jika amandemen UUD 1945 dipaksakan, justru bisa merusak bangunan konstitusi. Oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) sebagai pelaksana kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945) harus bertanya kepada rakyat secara keseluruhan, apakah rakyat akan setuju Pemilu ditunda atau amandemen pasal tiga periode? Bisa jadi ujungnya kejayaan oligarki, bahkan tirani.
Peneliti KoDe Inisiatif Ihsan Maulana, mengatakan isu penundaan Pemilu 2024 tak bisa dipandang remeh.
Dia menyebut tiga partai di DPR yang punya kecenderungan mendukung isu penundaan pemilu, memiliki peluang melakukan lobi dengan partai lain yang masih ambigiu.
Sekadar informasi, Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3, sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
‘’Dengan begitu, PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amendemen konstitusi bersama DPD,” kata Ihsan akhir pekan lalu.
Melihat koalisi DPR yang mayoritas pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, maka lebih dari cukup untuk melancarkan pengajuan amendemen tersebut.
Namun, Ihsan melihat bahwa amandemen itu akal-akalan belaka karena sangat bertentangan dengan konstitusi pembatasan kekuasaan melalui limitasi masa jabatan.
Bagaimana reaksi Presiden Jokowi? Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut bahwa wacana yang dilontarkan beberapa partai itu tidak bisa dilarang. Sebab bagian dari dinamika demokrasi. Meski begitu, Jokowi menegaskan, pada ujungnya adalah semua kembali taat kepada konstitusi.
Pernyataan terbaru Presiden itu dianggap bias. Tidak tegas dan cenderung membuka ruang. Tidak seperti penegasan pada 2019 silam, yang secara tegas ia menyebut tak berpikir untuk menjabat hingga tiga periode.
Seliweran pernyataan dari parpol itu lantas menjadi gorengan banyak pihak. Baik yang setuju maupun tidak. Hingga menghiasi laman-laman media sosial dan media massa, baik cetak maupun elektronik. [qnt]