WahanaNews.co, Jakarta - Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan presiden (perpres) tentang publisher rights.
Jokowi menyatakan bahwa peraturan tersebut adalah upaya tanggung jawab dari platform digital untuk mendukung kualitas jurnalisme.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Ia menegaskan bahwa perpres ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan pers di Indonesia.
"Dengan tegas, perpres ini tidak dirancang untuk mengurangi kebebasan pers," ujar Jokowi dalam pidatonya saat merayakan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (20/2/2024).
Jokowi menjelaskan bahwa perpres mengenai hak penerbit ini muncul atas keinginan dan inisiatif dari para insan pers. Menurutnya, pemerintah tidak sedang mencampuri regulasi konten pers dengan peraturan tersebut.
Baca Juga:
Pertemuan Hangat Presiden Prabowo dan Presiden ke-7 RI di Kota Surakarta
“Pemerintah mengatur hubungan bisnis antara perusahaan pers dan platform digital untuk meningkatkan jurnalisme yang berkualitas,” ujar presiden.
Kepala Negara mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai peraturan hak penerbit memakan waktu yang sangat lama dan melelahkan.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan aspirasi antara media konvensional dan platform digital, termasuk aspirasi yang berbeda di kalangan platform digital skala besar.
Sementara itu, Dewan Pers, perwakilan perusahaan pers, dan perwakilan asosiasi media terus mendesak pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Akhirnya kemarin saya meneken perpres tersebut,” ujar Jokowi.
Jokowi mengeklaim, perpres ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas jurnalisme di Indonesia. Menjauhkan jurnalisme dari konten-konten negatif, dan mendekatkan dengan jurnalisme yang mengedukasi.
Lewat perpres ini, pemerintah mengaku ingin memastikan keberlanjutan industri media nasional, dengan menciptakan kerja sama yang adil antara perusahaan pers dan platform digital.
“Tentang implementasi perpres ini, kita masih harus mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi, terutama selama masa transisi implementasi perpres ini, baik itu perihal respons dari platform digital dan respons dari masyarakat pengguna layanan,” kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menyebut, perpres publisher rights ini tidak berlaku untuk konten kreator dalam negeri.
“Untuk kreator konten, silakan dilanjutkan kerja sama yang selama ini sudah dengan platform digital. Silakan lanjut terus karena memang tidak ada masalah,” tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Melansir Kompas, perpres publisher rights sudah diwacanakan sejak tiga tahun lalu.
Saat menghadiri puncak Hari Pers Nasional 2023 di Sumatera Utara tahun lalu, Presiden Jokowi meminta agar aturan tersebut diselesaikan dalam waktu satu bulan.
Perpres publisher rights bukan mewajibkan platform memberikan uang kepada media. Melainkan, untuk bekerja sama atau bernegosiasi dalam bisnis.
Sementara itu, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, terdapat tiga poin utama dalam R-Perpres Publisher Rights.
Pertama, untuk mengkodifikasi praktik kerja sama yang sudah ada.
Kedua, mendorong interaksi antara platform digital dengan perusahaan pers secara lebih berimbang. Terakhir, memberikan kesempatan perusahaan pers terlepas dari skala usahanya untuk dapat meningkatkan kerja sama dengan platform digital.
Budi Arie menyatakan, pemerintah memiliki wewenang untuk menghadirkan digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif supaya menghadirkan fair playing field dalam ekosistem digital nasional.
Dia mengingatkan, Dewan Pers agar segera menyiapkan tindak lanjut setelah R-Perpres disahkan.
"Apabila sudah disahkan, komite yang menjalankan perpres itu perlu segera dibentuk. Kita akan mencoba masa transisi selama enam bulan dan melakukan tindak lanjut sejak penetapan oleh presiden," ujarnya dalam acara yang merupakan rangkaian peringatan Hari Pers Nasional tersebut.
Menurutnya, pemerintah terus berupaya mengimplementasikan kebijakan afirmatif, terutama dalam mengatasi dampak disrupsi teknologi informasi dan komunikasi.
Budi Arie menyatakan bahwa Perpres Publisher Rights tidak dirancang untuk merugikan kelangsungan industri, melainkan untuk memperkuatnya.
Dia menjelaskan bahwa media saat ini menghadapi tiga tantangan global di era disrupsi teknologi, yaitu digitalisasi jurnalisme, pengaruh media sosial, dan ancaman kecerdasan buatan (AI).
Selain itu, ia membahas pemanfaatan AI dalam jurnalisme, seperti membantu tugas back office, mempermudah pembuatan konten, dan mendistribusikannya di berbagai platform.
Namun, dia mengingatkan bahwa adopsi teknologi ini dapat menghasilkan news avoidance, sehingga penting bagi pers untuk menjaga kredibilitas sebagai sumber informasi.
Menurutnya, langkah-langkah untuk mengatasi tantangan tersebut dapat dimulai dengan berinovasi dalam proses bisnis media agar tetap bersaing.
Selain itu, perlu mengadopsi teknologi baru, memberikan pelatihan keterampilan (upskilling) kepada karyawan, dan berinovasi dalam menghadapi peluang tren baru untuk pengembangan karier jurnalisme jangka panjang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]