Oleh ILHAM BINTANG
Baca Juga:
Disdikpora Bantul Harapkan Ada PTM Terbatas saat PPKM Level 4
DUA hari lagi, PPKM Jawa Bali akan berakhir.
Presiden Jokowi, 25 Juli lalu, mengumumkan, PPKM
Level 4 akan berlangsung 26 Juli sampai dengan 2 Agustus 2021.
Baca Juga:
Daftar Wilayah PPKM Level 4 Serta Aturan yang Berlaku
Kalau konsisten pada target pemerintah, bulan Agustus kasus positif di Tanah Air di bawah angka 10 ribu
(Luhut B Panjaitan, 11 Juli), maka harap bersabar.
Tidak ada pilihan lain selain PPKM
harus berlanjut.
Mungkin tinggal diatur, mana daerah yang PPKM-nya level 4 (tertinggi), dan mana PPKM level 3 (sedang).
Update harian Satgas Covid-19 terbaru, Jumat (30/7/2021), angkanya masih jauh dari target:
41.168 kasus positif.
Yang wafat juga tinggi (1.759 jiwa).
Boleh dibilang, kasus
positif dan yang wafat sejak 26 Juli masih "konsisten" di sekitar
itu.
25% DKI
Kabar baiknya, angka kesembuhan
meningkat cukup melegakan hati, Jumat (30/7/2021),
mencapai 44.550 jiwa.
Rekor tersendiri.
Angka kenaikan itu konsisten dengan
data tiga hari terakhir.
Seperempat (25%) dari jumlah
kesembuhan nasional, disumbangkan oleh DKI Jakarta: 11.151
jiwa per 30 Juli.
Presiden Jokowi tampak lega dengan
perkembangan tingkat kesembuhan.
Hasil elaborasinya, Presiden
mengumumkan kemarin, kini BOR RS Wisma Atlet Kemayoran di bawah 40%.
Bandingkanlah dengan BOR rumah sakit
itu minggu lalu, masih di atas 90%.
Presiden melihat titik terang pada
program vaksinasi yang harus digenjot.
Digaspol, istilah dai kondang, Dr Das"ad Latif.
Berkaca pada tingkat kesembuhan di DKI, agaknya memang berkorelasi erat
dengan target vaksinasi warga DKI yang sudah mencapai 7,5 juta.
"Insya Allah, bulan depan, target itu akan mencakup juga untuk seluruh orang yang
bekerja di Jakarta," kata Gubernur Anies Baswedan, yang saya
hubungi, Jumat (30/7/2021) pagi.
Apa perbedaan antara warga Jakarta
dengan warga yang tinggal dan bekerja di Jakarta?
"Warga adalah yang ber-KTP. Yang
bekerja dan tinggal di Jakarta adalah warga yang tidak ber-KTP DKI. Seperti
pekerja kantoran dari luar Jakarta dan Asisten Rumah Tangga yang bekerja di
rumah warga Jakarta," urai Anies.
Begitu pun Anies belum berani bilang
DKI aman.
Sebab, positivity rate DKI masih kisaran 16% (Nasional sekitar 25 persen).
Masih jauh dari patokan positivity rate WHO, di bawah 5 persen.
Cakkania
Makanya, jangan ada lagi pihak yang Cakkania, Bahasa
Bugis untuk menyebut gede rasa atau gede rumengso dalam Bahasa Jawa.
Belum-belum sudah bilang sukses dan
terkendali.
Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut Binsar Panjaitan, saja pun sempat gentar atas
kedahsyatan virus varian baru Delta menggempur dunia.
Bayangkan, seorang Luhut, komandan
tempur tangguh, mengeklaim tidak pernah gagal dalam tugas, bisa gentar juga.
Aksi unjuk rasa berbagai lapisan
masyarakat terhadap PPKM, istirahat dululah.
Rasional saja.
Aksi -aksi unjuk rasa yang
mengumpulkan massa berpotensi besar menjadi klaster baru.
Apalagi, pemerintah sudah mulai
menyalurkan bantuan sosial kepada puluhan juta rakyat yang terdampak di seluruh
Indonesia.
Lebih bermanfaat energi pengunjuk rasa
disalurkan untuk memastikan bantuan sampai kepada yang berhak.
Kalau pun naluri aktivis berkecamuk di
ubun-ubun, salurkan protes di media sosial.
Tiru kiat mahasiswa BEM UI, melampiaskan lewat meme.
Murah, aman, sehat, dan efektif.
Terbukti cepat mendapat perhatian dari
Presiden.
Imbauan ini juga berlaku bagi relawan
pendukung pemerintah, ngaso dulu.
Sudah dong, kasihan Pak Jokowi.
Masak dibebani terus suruh memutuskan
kebijakan sesuai aspirasi relawan.
Tidak ada itu PPKM bisa menjungkalkan Presiden Jokowi dari kursinya.
Siapa pula yang mau mengganti Presiden
di tengah jalan dengan kondisi negara diamuk virus begini?
Kita khawatir, malah
banyak menteri anggota kabinet "menyesal" dengan jabatannya sekarang.
Kecuali, tentu, pejabat yang memiliki integritas, harga mati, rela mengabdikan
untuk kemaslahatan bangsa.
PPKM di luar Jawa-Bali
Apa kabar PPKM di luar Jawa dan Bali?
Di beberapa daerah, yang disorot masyarakat malah poster-poster raksasa koordinator
PPKM luar Jawa dan Bali, Airlangga Hartarto.
Ditenggarai, poster
Menko Perekonomian itu lebih mengisyaratkan hanya kampanye peluang dia sebagai
Ketua Umum Golkar untuk jadi Presiden 2024.
Tidak ada yang berkaitan langsung
dengan penanggulangan penularan virus Covid-19.
Presiden Jokowi sendiri pun
mengutarakan kecemasannya pada peningkatan kasus positif dan angka meninggal di
daerah yang menjadi tanggung jawab Airlangga.
Sebagai contoh, Provinsi Riau dan
Kalimantan Timur --bakal calon Ibu Kota Negara-- sudah berbulan-bulan bertengger di sepuluh besar kasus positif
terbesar.
Update data 30 Juli,
kasus positif di Riau sebesar 1.667, sembuh 909, dan wafat 43.
Kalimantan Timur kasus positif 2.364,
sembuh 1.412, dan meninggal.
Kedua daerah itu menempati posisi
nomor 7 dan nomor 5 dalam daftar 10 daerah dengan kasus positif terbesar.
Lebih mencemaskan lagi, dalam data web Laporcovid19.org
bulan Juni-Juli, hanya DKI yang melaporkan kematian warga yang isolasi mandiri
atau di luar RS.
Di luar Jakarta, tidak ada laporan.
Itu juga mencemaskan, pada kemungkinan
angka warga yang wafat lebih besar dari laporan yang dilaporkan selama ini.
Takut Keluar Uang
Apa yang terjadi di daerah, menarik
mencatat temuan Prof Wiku Adi Sasmita, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19.
Beberapa hari lalu, di WAG "Diskusi Covid Pemred", ia
mencoba memetakan problem penanganan Covid-19 di beberapa daerah.
Katanya, hampir
semua pimpinan daerah takut mengeluarkan dananya karena kelengkapan dokumen
legal, mulai dari Peraturan/SK dan lain-lain, harus ada dulu.
Selain itu, masih kurangnya inisiatif
pimpinan daerah.
Akibatnya, terjadi penyerapan dana
masih rendah.
Padahal, rapat koordinasi
daring saja pun dengan pimpinan Pusat bisa jadi dasar hukum.
Itu merupakan aturan baru yang tidak
biasa tapi membuat mereka ragu.
"Meski hal itu sudah disampaikan
oleh Presiden dan Menteri Koordinator," papar Juru Bicara Satgas Covid-19 itu.
Menurutnya, tantangan nasional kita
adalah kepemimpinan kolektif di daerah (level paling penting adalah Kelurahan/Desa, kemudian ke atas Kabupaten/Kota dan
Provinsi).
Mereka bervariasi dan masih minim
inisiatif dan tanggung jawab kolektif.
"Kita sudah mendorong pembuatan posko
dan satgas di tingkat Mikro Desa/Kelurahan.
Tapi progresnya masih lambat. Di DKI
100% Kelurahan sudah terbentuk satgas dan poskonya. Sampai
dengan minggu lalu, Jawa-Bali baru terbentuk 12 ribu, dan masih
ada 11 ribu Kelurahan/Desa belum ada poskonya dan
laporannya (kinerja laporan harian juga kami pantau)," terangnya.
Posko dan Satgas Kelurahan/Desa adalah ujung tombak untuk deteksi dini kasus dan respons
awal.
Fungsinya ada 4: Pencegahan,
Penanganan (3T), Pembinaan, Pendukung.
Dana sudah dialokasikan dari dana desa
dan dana daerah.
Mungkin ini yang perlu
disosialisasikan masif ke seluruh Indonesia.
Inilah pertahanan semesta kita.
Begitulah peta bumi penanganan Covid-19 di Tanah Air.
Seperti disebut di awal, tiada jalan
lain, selain meneruskan PPKM sampai, minimal, target
kasus positif di bawah 10% tercapai. (Ilham Bintang,
Jurnalis
Senior)-dhn