WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) RI menyiapkan langkah transformasi besar dalam pendidikan Islam nasional.
Melalui forum Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS+) 2025, yang akan digelar di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, pada 29–31 Oktober 2025, Kemenag memperkenalkan arah baru pendidikan berbasis kasih sayang dan kepedulian lingkungan.
Baca Juga:
Jelang Hari Puncak, Data Siskohat Catat 125 Jemaah Haji RI Meninggal
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa AICIS tahun ini menjadi momentum penting untuk mengukuhkan pendidikan Islam yang lebih progresif.
Ia menekankan bahwa isu-isu kontemporer seperti teknologi, lingkungan, dan digitalisasi kini ikut menjadi pokok bahasan.
“Hasil dari forum ini akan diimplementasikan dalam Kurikulum Cinta, yang dirancang untuk menanamkan nilai kasih sayang, toleransi, dan harmoni sejak usia dini. Kurikulum ini bukan mata pelajaran baru, tetapi pendekatan yang akan diintegrasikan dalam semua mata pelajaran di lembaga pendidikan Kemenag,” kata Menag Nasaruddin Umar di Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Baca Juga:
Jemaah Calon Haji Asal Tapteng Diserahkan ke Kemenag Sumut
Kurikulum Cinta memuat empat dimensi utama: cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama manusia, kesadaran terhadap kelestarian lingkungan, serta kecintaan terhadap tanah air.
Menurut Menag, pendekatan ini menjadi fondasi moral penting dalam mencegah tumbuhnya sikap radikal dan intoleran di kalangan generasi muda.
Isu lingkungan pun mendapat perhatian khusus dalam AICIS 2025, terutama melalui penguatan konsep ekoteologi—sebuah pendekatan spiritual terhadap pelestarian alam.
Nasaruddin memperingatkan bahaya krisis iklim yang dampaknya bisa lebih parah daripada konflik bersenjata.
“Kalau kita tidak berhasil menciptakan harmoni antara lingkungan hidup dan lingkungan alam, maka tingkat kematian manusia itu sangat dahsyat,” jelasnya.
Ia juga menilai bahwa pendekatan berbasis agama dan spiritualitas jauh lebih efektif dalam menumbuhkan kesadaran ekologis dibandingkan wacana politik atau diplomatik semata.
Dengan mengutip Max Weber, Nasaruddin menyatakan bahwa perubahan besar dalam masyarakat membutuhkan transformasi baik dalam sistem pengetahuan (logos) maupun nilai (ethos).
AICIS+, lanjutnya, bukan hanya forum akademik, tapi juga menjadi ajang pencarian solusi moral dan spiritual terhadap tantangan global.
Senada dengan itu, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Suyitno, menyampaikan bahwa AICIS 2025 akan tampil dengan pendekatan baru, yang mengintegrasikan unsur teologi, kemajuan teknologi, dan isu keberlanjutan dalam satu kerangka ilmiah.
“Kita ingin pemikiran Islam tidak hanya relevan, tapi juga responsif terhadap persoalan-persoalan global,” ujarnya.
Dengan mengusung Kurikulum Cinta dan gagasan ekoteologi, Kemenag berharap pendidikan Islam Indonesia mampu menjadi poros kekuatan moral untuk menciptakan masyarakat damai dan berkelanjutan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]