WahanaNews.co | Selama pandemi Covid-19, para peserta didik telah merasakan kehilangan kesempatan belajar. Dimana pembelajaran biasa dengan pembelajaran daring atau melalui zoom itu sangat terbatas.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud RI Drs. Zulfikri, M.Ed mengatakan, jika Kurikulum Merdeka merupakan pilihan dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Komisi IV DPRD Kalsel Kritisi Ketimpangan Pemberian BOS
"Apalagi kegiatannya juga monoton, karena daya tahan belajar anak dengan zoom itu cukup berbeda," ujarnya disela-sela acara Workshop Pendidikan di Grand Sunshine Resort, Jalan Raya Soreang No 06, Pamekaran, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022).
Zulfikri juga menerangkan, kurikulum merdeka tersebut lebih kepada memberikan ruang untuk setiap anak agar reaktif bertumbuh dan berkembang. Sehingga, peserta didik atau anak-anak didorong untuk beraktifitas nyata di kehidupan sehari-hari.
"Dan mereka menggunakan bahan-bahan belajar yang ada di sekitar mereka," ungkapnya.
Baca Juga:
Simak, Ini Daftar Formasi CPNS 2024 untuk Sarjana Pendidikan
Tak hanya itu, lanjut Zulfikri, rancangan kurikulum merdeka tersebut dibuat se sederhana mungkin. Dan bisa diterapkan dalam situasi seminim apapun.
Hal itu dilakukan karena fokus dari Kementerian Pendidikan adalah terhadap pelayanan peserta didik. Secara teknis, kurikulum tersebut dapat dikatakan sebagai alat pada umumnya.
"Seperti alat bantu bagaimana siswa belajar lebih baik, bagaimana guru bisa menciptakan suasana belajar yang lebih baik dan kondusif bagi anak-anak. Kemudian secara filosofis nya, kurikulum merdeka ini lebih pro kepada anak," paparnya.
"Jadi, bagaimana kita memberikan pelayanan kepada anak, sehingga materi-materi pelajaran itu menjadi alat. Dan yang penting, bagaimana anak bisa berkembang dari waktu ke waktu," sambung Zulfikri.
Sementara itu, sebelum pandemi Covid-19, perbedaannya diantaranya materi pembelajaran terlalu banyak, tugas-tugas anak terlalu banyak dan dari segi administrasi pun pengelolaan pembelajaran guru masih banyak dibebani administrasi.
"Nah kalau di kurikulum merdeka itu yang kita simple kan. Materinya fokus kepada materi esensial dan sekolah bisa memilih materi esensial yang sesuai dengan kebutuhan anak," ungkapnya.
Adapun kendala yang dihadapi, tambah Zulfikri, diantaranya ada pada kebiasaan belajar yang masih terfokus kepada materi kurikulum. Karena selama ini, guru sangat khawatir kalau materi tidak habis disampaikan.
"Tapi kami mengutamakan kemampuan anak, materi bisa disesuaikan. Itu untuk mengubah kebiasaan dan kemudian untuk mengubah dalam kebiasaan assessment. Jadi, assessment selama ini lebih cenderung untuk memvonis anak dan menilai anak dalam bentuk angka. Sekarang lebih kepada mengetahui apa yang dibutuhkan anak dalam belajar berikutnya," tuturnya. [sdy]