WahanaNews.co | Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan soal anggaran yang bakal digunakan untuk realisasi kendaraan dinas listrik.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Made Arya Wijaya menjelaskan bagaimana persoalan anggaran untuk merealisasikan titah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 itu.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
"Anggaran (pengadaan kendaraan listrik) ada? Tidak pernah alokasikan khusus kita. Tapi dari alokasi kementerian atau lembaga memang didorong kalau ada pengadaan kendaraan agar mengadakan kendaraan listrik," katanya di Hotel Swiss-Belhotel, Bogor, dikutip dari detik, Sabtu (5/11).
Made menjelaskan Kemenkeu belum menyusun soal anggaran kendaraan dinas listrik karena harga kendaraan listrik tergolong mahal. Selain itu belum ada standar kendaraan listrik yang akan dibeli sehingga belum ada standar acuan harga yang bisa ditetapkan.
Mobil listrik yang tidak memiliki ukuran volume mesin (cylinder capacity/cc) juga menjadi kendala lain. Cc kendaraan dianggap memudahkan pemerintah dalam alokasi kendaraan dinas.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Sebagai contoh, pejabat lebih tinggi bisa diberi kendaraan dengan cc lebih besar.
Kendati demikian, pemerintah diklaim tengah menyiapkan tentang skema insentif. Menurut Made, ada rencana pemberian insentif Rp7,5 juta untuk konversi ke kendaraan listrik.
Di lain sisi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah memproyeksi pembelian kendaraan listrik dari instansi pemerintah tahun depan dapat mencapai lebih dari 158 ribu unit.
Hal itu tercatat dalam road map pemakaian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di lingkungan instansi pemerintahan untuk 2023 sampai 2030.
Pada tahun depan diprediksi sebanyak 119.649 unit kendaraan listrik roda dua akan digunakan instansi pemerintahan, sedangkan kendaraan listrik roda empat ada 39.258 unit.
Inpres Jokowi tentang kendaraan dinas listrik ini ditujukan pada 10 level pemerintahan, di antaranya Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Kemudian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Para Gubernur, dan Para Bupati/Wali Kota.
Untuk mewujudkan ini, Jokowi 'membebaskan' pilihan mulai dari pengadaan unit baru dari manufaktur atau menggunakan produk hasil konversi.[zbr]