WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana akhirnya buka suara terkait maraknya kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan menuai sorotan publik.
Menurut Dadan, banyak Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur penyedia makanan MBG yang masih jauh dari standar sanitasi air bersih yang memadai.
Baca Juga:
Mahfud MD Soroti MBG: Manfaat Banyak, tapi Tata Kelola Amburadul
“Dari kejadian di berbagai tempat, tampak juga bahwa belum semua air di SPPG memiliki sanitasi yang baik. Sehingga memang kemudian Pak Presiden memerintahkan agar di seluruh SPPG dibutuhkan alat sterilisasi,” ujar Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).
Ia menegaskan, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor pemicu kasus keracunan makanan di sejumlah daerah dalam dua bulan terakhir.
Dadan mencontohkan kondisi sejumlah SPPG di Bandung.
Baca Juga:
Rp6.500 per Porsi Jadi Biang Kerok, Ratusan Siswa Makassar Tak Lagi Dapat MBG
Meski dapur setempat dinilai tertata baik, namun standar pencucian peralatan makan belum sesuai aturan yang berlaku.
“Alat makan seperti yang di Bandung, setelah kita cek SPPG-nya bagus sekali, ketika kita cek apakah mencucinya menggunakan air panas, ternyata belum disiapkan,” katanya.
Meski begitu, Dadan menyebut sudah ada sebagian SPPG yang dilengkapi alat sterilisasi dengan pemanas gas yang mampu mencapai suhu 120 derajat Celsius hanya dalam satu menit.
Ia meminta agar pemanfaatan alat tersebut lebih dimaksimalkan untuk menjamin higienitas peralatan makan.
Selain itu, BGN juga telah menginstruksikan agar setiap SPPG memperketat penggunaan air bersih, baik untuk kebutuhan memasak maupun mencuci alat dan bahan makanan.
“Kita sudah instruksikan agar mereka menggunakan air galon untuk memasak. Untuk mencuci, airnya perlu diberikan saringan,” jelasnya.
Kasus keracunan MBG sendiri hingga kini masih terus bertambah.
Dadan mencatat ada lebih dari 6.457 orang terdampak kasus keracunan makanan MBG berdasarkan rekapitulasi BGN per 30 September 2025.
“Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang. Kemudian wilayah III ada 1.003 orang,” paparnya.
Ia menekankan, lonjakan kasus keracunan dalam program MBG tak lepas dari kelalaian SPPG yang tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) sebagaimana mestinya.
“Nah, dengan kejadian-kejadian ini kita bisa lihat bahwa kasus kejadian banyak terjadi di dua bulan terakhir. Ini berkaitan dengan berbagai hal, dan kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan saksama,” ungkap Dadan.
Ia mencontohkan masih adanya SPPG yang membeli bahan baku hingga empat hari sebelum distribusi, padahal batas maksimal hanya dua hari.
Selain itu, waktu memasak hingga distribusi makanan juga sering melampaui aturan yang ditetapkan.
“Kemudian ada kita tetapkan, proses memasak sampai delivery tidak lebih dari enam jam, optimalnya empat jam. Tetapi seperti di Bandung, itu ada yang memasak dari jam 9 (malam), dan kemudian di-delivery ada yang sampai jam 12, ada yang 12 jam lebih,” ucap Dadan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]