WahanaNews.co | Komisi Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) merilis laporan awal penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya
Air SJ-182.
Mengacu
pada data cuaca yang diperoleh KNKT dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pesawat tersebut tidak melalui area
awan hujan ketika terbang.
Baca Juga:
Sriwijaya Air Beberkan Alasan 27 Ahli Waris Belum Dapat Ganti Rugi
Pesawat
juga tidak berada dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan.
"Bahwa
pesawat ini tidak melalui area dengan awan yang signifikan dan bukan area awan
hujan, juga tidak berada in-cloud
turbulence atau di dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan,"
kata Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Kapten
Nurcahyo Utomo, dalam konferensi pers daring, Rabu (10/2/2021).
KNKT
menyampaikan kronologi penerbangan Sriwijaya Air SJ-182 ketika terjatuh.
Baca Juga:
KNKT Beberkan Misteri Sriwijaya Air Jatuh di Kepulauan Seribu
Disampaikan
bahwa pesawat ini mulai tinggal landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten,
pada pukul 14.36 WIB, menuju ke Bandara Supadio, Pontianak.
Setelah
tinggal landas, flight data recorder
(FDR) merekam bahwa sistem autopilot aktif di ketinggian 1.980 kaki.
Pesawat
terus naik dan pada ketinggian 8.150 kaki, tuas pengatur tenaga mesin (throttle) sebelah kiri bergerak mundur, dan
tenaga mesin juga ikut berkurang. Sedangkan mesin sebelah kanan tetap.
Pukul
14.38.51 WIB, karena kondisi cuaca, pilot meminta kepada pengatur lalu lintas
udara (ATC) untuk berbelok ke arah 75 derajat.
Permintaan
ini diizinkan oleh ATC.
Perubahan
arah ini diperkirakan ATC akan menyebabkan Sriwijaya SJ-182 bertemu dengan pesawat lain
yang berangkat dari Soekarno-Hatta landasan selatan dengan tujuan sama.
Oleh
karenanya, Sriwijaya SJ-182 diminta berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki.
Selanjutnya,
ketika melewati ketinggian 10.600 kaki, pada pukul 14.39.47 WIB, pesawat berada pada arah 46 derajat
dan mulai berbelok ke kiri.
Saat
itu, tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur, sedangkan
yang kanan masih tetap.
ATC
kemudian memberi instruksi agar Sriwijaya SJ-182 naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab oleh pilot
pada jam 14.39.59 WIB.
"Ini
adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot ATC di
Bandara Soekarno-Hatta," ujar Nurcahyo.
Pukul
14.40.05, FDR merekam ketinggian tertinggi pesawat yakni 10.900 kaki.
Setelah
ketinggian ini, pesawat mulai turun, dan autopilot tidak aktif. Arah pesawat saat itu berada pada
16 derajat dengan sikap pitch up atau
hidung pesawat pada posisi naik. Pesawat pun mulai miring ke kiri.
Ketika
itu, tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali berkurang, sedangkan yang
kanan masih tetap.
Pukul
14.40.10, FDR mencatat auto-throttle
tidak aktif, dan posisi pesawat menunduk.
"Sekitar
20 detik kemudian, FDR berhenti merekam data," kata Nurcahyo. [qnt]