WahanaNews.co | Pemerintah kembali membuka keran
impor garam untuk tahun ini. Rencananya, garam yang diimpor berjumlah 3 juta ton.
Fenomena
impor garam ini menarik perhatian mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi
Pudjiastuti.
Baca Juga:
Cegah Korupsi Impor Garam, Kemenperin: Rekomendasi Berdasarkan Kuota Rakortas
Susi
berpendapat, impor garam yang berlebihan akan merugikan petambak garam.
"Garam impor tidak boleh lebih dari 1,7 juta
ton. Kalau lebih, harga garam petani kita akan hancur lagi, please,"
ungkap Susi Pudjiastuti, dalam akun Twitter-nya,
dikutip Senin (22/3/2021).
Menurut
Susi, impor garam berkaitan erat dengan harga garam dalam negeri.
Baca Juga:
Alasan Kejagung Jadikan Susi Pudjiastuti Saksi Kasus Dugaan Korupsi Impor Garam
Bila
impor dibatasi, harga garam lokal pun akan meningkat, seperti yang terjadi pada tahun
2015-2018.
Kala
itu, harga garam mampu mencapai Rp 2.500 per kilogram.
Adapun
sejak Desember 2020, rata-rata harga garam bertahan di Rp 600 per kilogram.
Sejak
wacana impor bergulir, harganya kembali menyusut ke kisaran Rp 500 hingga 550
per kilogram.
"Bila impor garam bisa diatur tidak lebih
dari 1,7 juta ton, maka harga garam petani bisa seperti tahun 2015 sampai
dengan awal 2018. Bisa mencapai rata-rata di atas Rp 1.500 bahkan sempat ke Rp
2.500," ungkap Susi.
Sayang,
sebelum masa jabatannya berakhir pada tahun 2019, kewenangan Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang mengatur soal neraca garam dicabut.
Aturan
lantas diganti menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang
Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman
sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
Dalam
beleid, pemberian rekomendasi impor garam untuk keperluan industri, diberikan
kepada Menteri Perindustrian.
"Sayang dulu 2018 kewenangan KKP mengatur
neraca garam dicabut oleh PP 9," keluh Susi, sembari menyematkan emoticon
menangis.
Diberitakan, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi,
mengungkap alasan pemerintah berencana impor garam.
Alasan
ini tak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni kurangnya kualitas garam
lokal. Kualitas dan kuantitas garam lokal disebut belum sesuai untuk kebutuhan
industri.
Lutfi
menilai, kurang baiknya kualitas dalam negeri seharusnya bisa dilihat pelaku
usaha sebagai peluang untuk memperbaiki dan mengembangkan industri garam.
"Garam
itu kualitasnya berbeda. Di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani
rakyat ini belum bisa menyamai kualitas garam industri tersebut," ujar
Lutfi, dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021). [qnt]