WahanaNews.co | Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP),
Abetnego Tarigan, mengungkap, banyak pemerintah daerah enggan menyebarkan vaksin Covid-19
lantaran persoalan politik.
Karena
itu, pemerintah akhirnya juga turut memberdayakan TNI dan Polri untuk
melaksanakan vaksinasi.
Baca Juga:
Soal Capim KPK Berlatar Penegak Hukum, KSP: Jangan Over Sensitif
"Saya
mau jujur, banyak provinsi yang enggak nyebarin vaksin yang sudah
dibagi ke kabupaten karena perbedaan pandangan politik. Di TNI, di Polri, enggak
ada (perbedaan pandangan). Kalau kata komandan didistribusikan, ya
didistribusikan," kata Abetnego, dalam diskusi daring yang digelar Lapor Covid-19, Rabu (18/8/2021).
Pernyataan
itu dilontarkan Abetnego menjawab sorotan terkait peran institusi militer dalam
pelaksanaan vaksinasi.
Dia
menjelaskan, distribusi vaksin di daerah kerap lamban lantaran persoalan
tersebut.
Baca Juga:
KSP Kawal Kasus Pembakaran Rumah Wartawan Rico Pasaribu
Menurutnya,
ada kompleksitas politik di daerah yang menjadi kendala.
Ia pun
meminta agar pelibatan institusi non-sipil dalam penanganan Covid-19 tak mengarah pada
stigmatisasi.
Dia
menyatakan, meski lembaga non-sipil dilibatkan, Kementerian Kesehatan tetap memegang
kendali kebijakan.
"Dimensi
pemerintahan sipil di daerah juga perlu dilakukan pendalaman terkait ini, soal
fragmentasi politik dan orientasi lokal," kata dia.
Abetnego
juga menyampaikan, pelibatan TNI dan Polri dalam penanganan Covid-19
maupun vaksinasi didasarkan pemetaan institusi tersebut memiliki jaringan pusat
kedokteran serta kesehatan luas serta sumber daya manusianya.
Hal itu
juga melalui perhitungan pembiayaan.
"Distribusi
logistik kita, mau enggak mau, ngandalin TNI. Kemudian, sumber tenaga kesehatan, salah
satu yang banyak itu di TNI dan Polri. Ada aspek memberdayakan tanpa
menggerakkan pembiayaan yang besar untuk merekrut tenaga baru," ujarnya.
Dia
juga menyebut, persoalan data pun terus menjadi perhatian Presiden.
Menurutnya,
permasalahan data kasus maupun kematian akibat Covid-19 juga kerap bermasalah di
daerah karena persoalan politik.
Menurutnya,
ada problem Pemda menyicil data kasus atau kematian agar citra daerahnya
seolah-olah bagus.
"Kita
itu bukannya tidak tahu problem data itu ada, tetapi Presiden itu nanya kok
bisa data itu bermasalah. Harusnya kan dari kabupaten, dari provinsi itu bisa
nyambung tetapi ada dimensi politik di tingkat lokal. Bagaimana kepentingan
lokal yang menyicil data supaya image daerahnya bagus akhirnya kurvanya
lama," ucapnya. [dhn]