WahanaNews.co |
Belakangan ini, nama Arsjad Rasjid makin santer terdengar.
Bagaimana tidak? Pria
kelahiran Maret 1970 ini tengah menjadi kandidat kuat untuk posisi Ketua Umum
Kadin Indonesia periode 2021-2026.
Baca Juga:
Arsjad Rasjid Jadi Ketua Dewan Pertimbangan, Anindya Bakrie Pimpin Kadin 2024-2029
Musyawarah Nasional (Munas)
sekaligus kontes pemilihan Ketua Umum Kadin Indonesia rencananya akan diadakan
pada 30 Juni ini di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Di samping sebagai Calon
Ketum Kadin yang baru, nama Arsjad Rasjid lebih dulu familiar di sektor
pertambangan dan energi lantaran jabatannya sebagai Presiden Direktur PT Indika
Energy Tbk.
Selain itu, ia juga merupakan
komisaris PT Grab Teknologi Indonesia; Komisaris Utama PT Mitrabahtera Segara
Sejati Tbk; Komisaris Utama PT Petrosea Tbk; Komisaris PT Net Mediatama
Televisi; dan Komisaris PT Kideco Jaya Agung.
Baca Juga:
Arsjad Rasjid dan Anindya Bersatu, Kadin Siap Gelar Munas Usai Pelantikan Presiden
Keberhasilannya dalam
membangun PT Indika Energy Tbk bahkan diakui dunia lewat World Economic Forum.
Secara personal, ia berhasil
menyabet penghargaan The Young Global Leader
2011 dari World Economic Forum.
Sementara bagi korporasi,
penghargaan The Global Growth Company
sukses disematkan untuk Indika Energy pada 2010.
"Indika Energy menjadi
perusahaan Indonesia pertama yang berhasil menaruh peta di World Economic Forum sebagai The
Global Growth Company pada 2010. Kami sangat bangga tentunya, sebab
kebanyakan yang sering meraih penghargaan adalah perusahaan China. Lalu kalau
penghargaan yang saya raih saat itu, adalah berbarengan dengan posisi saya
sebagai Presdir," ujarnya, dalam sebuah wawancara eksklusif.
Kisah berdirinya Indika
berawal dari PT Prabu Wahana, yang dibangunnya pada tahun 1994.
Selang satu tahun kemudian,
Agus Lasmono, yang merupakan teman dekat Arsjad, ikut bergabung.
Di tahun 1996, nama Indika
lahir sebagai akronim dari industri multimedia dan informatika.
Jatuh bangun dalam
mempertahankan Indika tentunya pernah dialami Arsjad.
Ia menceritakan, di tahun
2000-an, pasca-krisis ekonomi dunia, ia sempat berencana untuk mengembangkan
bisnis pembangkit listrik.
Sayangnya, hal tersebut harus
urung, karena kondisi pembiayaan yang masih sulit dilakukan di Indonesia.
"Lalu akhirnya saya dan
beberapa rekan ke China untuk cari peluang bisnis pembangkit listrik. Sampai di
sana, ternyata banyak perusahaan justru butuhnya batu bara. Akhirnya kami balik
ke Indonesia, cari perusahaan batu bara lalu tanda tangan, dan didukung penuh
China. Namun ternyata belum rezeki, akhirnya gagal," jelasnya, seraya tertawa.
Ia melanjutkan, "Tapi karena
sudah terlanjur janji dengan China, akhirnya saya datangi setiap perusahaan
batu bara besar di Indonesia. Lalu ketemulah PT Kideco Jaya Agung. Saya diskusi
dengan direktur pemasarannya, beliau malah tanya, kenapa saya tidak ikutan saja
dalam proses divestasi. Kemudian, kami ikut dalam proses bidding-nya, Alhamdulillah menang dan dapat dukungan pembiayaan
dari perbankan Korea."
Dari situlah Indika
melebarkan sayapnya di sektor pertambangan.
Sebagai permulaan, di tahun
2003-2005, pihaknya merekrut para profesional untuk menjalankan bisnis
tersebut.
Namun, pada 2005, Arsjad
terjun langsung mengelola Indika Energy sebagai Chief Operating Officer (CEO).
Pada 2005, hanya ada sekitar
40 orang yang bekerja di perusahaan.
Selang lima tahun kemudian,
Indika Energy sukses memiliki lebih dari 10.000 karyawan.
Sejak kepimimpinan Arsjad,
aset Indika Energy kian meningkat pesat.
Tercatat, hanya dalam waktu
enam tahun, ia berhasil menumbuhkan aset perusahaan hingga tujuh kali lipat.
Menurutnya, capaian tersebut
merupakan hasil kerjasama dari setiap karyawan yang berkontribusi di
perusahaan.
"Di 2005, aset perusahaan
kami sebesar Rp 2,78 triliun. Naik sampai 7 kali lipat menjadi Rp 18,28 triliun
pada 2011. Bagi saya, achievement
tersebut tidak akan terjadi tanpa gotong royong manusia sebagai "arwah" dari
perusahaan," tuturnya.
Di balik pencapaian positif,
Indika Energy juga tak luput dari problem.
Tragedinya berlangsung di
tahun 2003-2006, saat harga batu bara anjlok.
Menyiasati persoalan
tersebut, Arsjad menempuh strategi back
to basic dengan melihat kembali cost
yang bisa dirampingkan.
"Jangan sampai salah, umumnya
pebisnis lebih mendahulukan untuk mengurangi pegawai. Padahal, manusia itu kan bukan biaya, tapi aset," ia
mengingatkan.
Gaya kepimpinan Arsjad boleh
jadi berbeda dengan para leaders
lainnya.
Ia memanggil dirinya "Pemimpin
ASA", yakni pemimpin yang bisa memberi sebuah harapan kepada semua dinastinya,
termasuk diri sendiri.
ASA sendiri merupakan Authentic, Spiritual, dan Agility.
Authentic
adalah menjadi diri sendiri, sementara spiritual
baginya bermakna luas bahwa seorang pemimpin harus punya values.
"Sedangkan Agility yang saya tanamkan, maksudnya
adalah seorang pemimpin harus mampu adaptif dan inovatif. Seperti sekarang
kondisi pandemi yang tidak pernah terlintas oleh siapapun, pemimpin dituntut
adaptif dan inovatif supaya ide yang out
of the box bisa lahir. Gaya "Pemimpin ASA" ini juga saya emban untuk maju
sebagai Calon Ketua Umum Kadin Indonesia, dengan komitmen memperkuat dan
menghadirkan Kadin baru yang lebih inklusif dan kolaboratif," Arsjad
mengakhiri. [dhn]