WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menilai persoalan sampah yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia, termasuk Palembang, harus diatasi dengan pendekatan ganda: sosialisasi intensif untuk membangun kesadaran publik dan penerapan sanksi tegas bagi pelanggar.
Langkah ini dianggap mampu memutus rantai kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan sekaligus mendorong lahirnya perilaku ramah lingkungan di masyarakat.
Baca Juga:
Terkait Tumpukan Sampah di Kampung Kiapang Palmerah, Ini Penjelasan Kasudin LH Jakbar
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa penanganan sampah bukan hanya urusan teknologi, tetapi juga persoalan perilaku.
“Masyarakat harus disadarkan bahwa membuang sampah sembarangan bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak masa depan lingkungan. Sosialisasi harus masif, namun di sisi lain, punishment yang tegas perlu diterapkan untuk menciptakan efek jera,” ujarnya.
Menurut Tohom, tanpa kesadaran publik yang memadai, program pengelolaan sampah canggih seperti Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Palembang hanya akan menjadi proyek mahal yang kurang berdampak.
Baca Juga:
Layak Dicontoh Wilayah Lain, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Desa Kertayasa Masuk Nominasi Pengelola Sampah Terbaik Se-Jawa Barat
Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup saat ini tengah mendorong pembangunan Material Recovery Facility (MRF) dan mempercepat progres PSEL yang ditargetkan beroperasi penuh pada 2026.
Proyek ini diproyeksikan menghasilkan listrik hingga 20 MW, dengan 17,7 MW di antaranya masuk ke jaringan PLN untuk memperkuat pasokan listrik Palembang.
Namun, Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini mengingatkan bahwa teknologi semata tidak cukup. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan mesin.
Pendidikan lingkungan sejak dini, penerapan ekonomi sirkuler, dan pengurangan sampah dari sumbernya jauh lebih efektif dalam jangka panjang,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa pendekatan berbasis komunitas, seperti pengelolaan bank sampah dan komposting rumah tangga, perlu didorong lebih kuat dengan dukungan regulasi dan insentif.
Tohom menyambut baik langkah Wali Kota Palembang yang menerapkan sanksi denda hingga Rp50 juta atau kurungan tiga bulan bagi pelaku pembuang sampah sembarangan, seperti diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2015.
“Kebijakan ini harus diimbangi dengan pengawasan ketat, misalnya lewat pemasangan CCTV di titik-titik rawan pelanggaran. Sanksi tanpa pengawasan hanya akan menjadi macan kertas,” katanya.
Menurutnya, pendekatan carrot and stick, yakni memberi penghargaan bagi yang patuh dan hukuman bagi yang melanggar, adalah metode yang efektif.
“Jangan lupa, persoalan sampah adalah persoalan perilaku. Perubahan perilaku bisa tercapai bila masyarakat memahami manfaat menjaga lingkungan, sekaligus merasakan konsekuensi ketika melanggarnya,” imbuh Tohom.
Dengan populasi Palembang yang lebih dari 1,5 juta jiwa, tantangan pengelolaan sampah tidak akan berakhir tanpa partisipasi semua pihak.
Tohom menegaskan, jika dikelola dengan benar, sampah dapat berubah menjadi sumber daya, baik sebagai energi, bahan baku daur ulang, maupun peluang ekonomi.
“Kita punya pilihan: membiarkan sampah menjadi beban, atau mengubahnya menjadi berkah. Semua tergantung pada kemauan kita untuk bertindak,” tutupnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]