WahanaNews.co | Tradisi
mudik merupakan salah satu kekhasan menjelang Lebaran di Indonesia.
Masyarakat Indonesia berbondong-bondong pergi ke
kampung halamannya untuk berkumpul bersama sanak saudara.
Baca Juga:
Penumpang KRL Saat Lebaran Tembus 19 Juta, Stasiun Bogor Paling Ramai
Kendati demikian, adanya wabah corona membuat
pemerintah memutuskan untuk melarang mudik.
Penyekatan di ratusan titik di sejumlah daerah dilakukan guna mencegah
penyebaran Covid-19.
Tradisi mudik pun harus ditunda sementara untuk tahun
ini, mengingat pentingnya kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bersama.
Jika ditilik dari sisi kebahasaan dan sejarah,
bagaimana asal usul kata dan sejarah mudik?
Asal Usul Kata Mudik
Baca Juga:
Sampah Liar di Cirebon Melonjak 30 Persen Usai Lebaran, DLH Siapkan Sanksi
Wikipediawan sekaligus Direktur Utama Narabahasa, Ivan
Lanin, mengatatakan, asal usul kata ini sudah ada sekitar 1390. Kata "mudik"
ditemukan dalam naskah kuno berbahasa Melayu yang mengandung arti "pergi ke
hulu sungai".
"Dari penelusuran di Malay Concordance Project, kata 'mudik" sudah dipakai pada naskah "Hikayat Raja Pasai"
yang bertarikh sekitar 1390, kata Ivan, dilansir dari Kompas.com, Senin
(8/5/2021).
Perubahan Makna
Dalam perkembangannya, kata "mudik" mengalami
perubahan makna. Dari ati awal "pergi ke hulu sungai" menjadi "pergi ke kampung".
Istilah "mudik" baru popular sekitar 1970-an. Kata ini
menjadi sebutan untuk perantau yang pulang ke kampung halamannya. Dalam Bahasa Jawa,
masyarakat mengartikan mudik sebagai akronim dari "mulih dhisik" yang berarti
pulang dulu.
Makna mudik kemudian tidak terbatas pada kampung saja.
Kampung atau tempat asal menjadi bukan hanya merujuk pada wilayah kampung/desa,
melainkan juga wilayah kota.
Sejarah Mudik
Diberitakan Kompas.com, 6 juni 2018, kebiasaan mudik
sudah ada sejak zaman kerajaan. Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Silverlo Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, kebiasaan mudik sudah ada sejak
zaman Majapahit dan Mataram Islam, di wilayah kekuasaan Majapahit hingga ke Sri
Lanka dan Semenanjung Malaya.
Sementara, masyarakat Betawi mengartikan mudik sebagai
"kembali ke udik". Dalam Bahasa Betawi, "udik" berarti kampung. Akhirnya,
secara Bahasa mengalami penyederhanaan kata dari "udik" menjadi "mudik". (WN)
Sumber: Kompas.com