WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah derasnya arus modernisasi yang masuk hingga ke pelosok daerah, masyarakat Desa Tandula Jangga, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), tetap berkomitmen menjaga jati diri dan warisan leluhur mereka.
Lanskap perbukitan yang membentang luas, kuda-kuda Sumba yang berlarian bebas, serta rumah adat Uma Mbatangu dengan atap menjulang tinggi menjadi penanda kuat bahwa budaya lokal tidak sekadar simbol, melainkan masih berdenyut dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Baca Juga:
BPN Serahkan Sertifikat Tanah Milik Pemkab Padang Lawas Utara
Namun demikian, menjaga budaya bukan hanya soal melestarikan tradisi dan simbol fisik.
Bagi masyarakat adat, kepastian hukum atas tanah ulayat menjadi hal penting agar tanah yang diwariskan dari generasi ke generasi tidak berpindah tangan atau diklaim pihak luar.
Karena itu, program sertipikasi tanah ulayat hadir untuk memberikan perlindungan formal sekaligus pengakuan negara.
Baca Juga:
Warga Keluhkan Kinerja Kades Pintu Posi Soal Pengurusan Sertifikat Tanah
Staf Khusus Bidang Reforma Agraria pada Kementerian ATR/BPN, Rezka Oktoberia, menegaskan bahwa tujuan program ini bukan untuk menguasai tanah adat, melainkan memastikan hak-hak masyarakat adat terlindungi.
“Pendaftaran tanah ulayat ini bukan untuk mengambil alih, melainkan memastikan hak-hak masyarakat hukum adat tetap lestari. Negara hadir agar warisan tanah leluhur tidak hilang, tidak diklaim pihak luar, dan tetap menjadi identitas budaya masyarakat adat,” ujar Rezka dalam siaran resminya yang diterima InfoPublik, Senin (29/9/2025).
Hasil verifikasi awal mencatat sedikitnya 822,3 hektare tanah ulayat di Desa Tandula Jangga telah dinyatakan clear and clean sehingga siap didaftarkan.
Dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat tidak hanya mendapatkan kepastian hukum, tetapi juga jaminan bahwa tanah warisan leluhur akan tetap berada dalam genggaman mereka.
“Tanah ulayat adalah warisan. Sertifikat adalah bukti sah bahwa negara melindungi hak itu agar tetap bisa diwariskan dari generasi ke generasi,” imbuh Rezka.
Program sertifikasi tanah ulayat ini sendiri merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang pada tahun 2025 dilaksanakan di delapan provinsi, salah satunya NTT.
Di Sumba Timur, pendaftaran tanah ulayat dipandang tidak hanya penting dari sisi legalitas, tetapi juga sebagai upaya menjaga eksistensi adat di tengah gempuran perubahan zaman.
Hal ini diyakini mampu menjembatani antara hukum adat dan hukum nasional agar dapat berjalan berdampingan.
Rezka kembali menekankan pentingnya sinergi tersebut. “Sertifikat tanah ulayat menjadi pengikat agar tanah tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga memiliki perlindungan sah di mata negara,” jelasnya.
Melalui sertifikasi tanah ulayat, negara hadir memastikan tanah masyarakat adat tetap utuh sebagai identitas budaya sekaligus pondasi sosial mereka.
“Kita ingin memastikan tanah ulayat tetap menjadi milik masyarakat adat, menjadi bagian dari identitas, dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Sertipikat adalah bukti sah negara melindungi adat itu sendiri,” pungkas Rezka.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]