WahanaNews.co | Alat pendeteksi tsunami milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ternyata sudah lama mati. Alat ini adalah warisan era Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang sudah dilebur ke dalam BRIN.
"Ada tujuh buoy," kata Kepala Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN, Budi Prawara, dikutip detikcom, Jumat (3/2/2023).
Baca Juga:
Bupati Tapteng Hadiri Soft Opening Fansuri Arboretum Taman Edukasi Rempah Pertemuan Budaya
Alat itu bernama INA-Buoy yang mengapung di laut. Usianya sudah dua tahun sejak pertama kali diluncurkan. Kini, alat-alat itu mati.
"Kenapa rusak? Karena umurnya sudah dua tahun. Memang karena itu memakai sumber energi dari baterai yang harus diganti," kata Budi.
Lokasi buoy pendeteksi tsunami ada di lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, dan laut selatan Waingapu di Sumba Timur.
Baca Juga:
Terima Audiensi BRIN, Masinton: Dunia Mengenal Nusantara dari Tapanuli Tengah
Menurut BRIN, alat-alat itu belum sepenuhnya beroperasi, melainkan masih dalam tahap penelitian.
"Buoy yang kita kembangkan ini statusnya masih riset, belum operasional," kata Budi.
Ada kendala yang dihadapi BRIN, yakni biaya operasional. Budi menyebut satu unit buoy bisa memakan biaya miliaran rupiah. BRIN merencanakan untuk membuat teknologi yang lebih murah.