WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Agama bersiap membentuk satuan kerja baru setingkat eselon I yang akan diberi nama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren.
Kehadiran unit ini disebut menjadi langkah penting dalam memperkuat ekosistem pendidikan pesantren di Indonesia.
Baca Juga:
Kemenag dan PBNU Sepakat: Perilaku Tak Senonoh Gus Elham Tak Bisa Ditoleransi
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menilai pembentukan Ditjen Pesantren merupakan fase baru bagi institusi yang selama ini menjadi pusat peradaban Islam Nusantara.
Dalam kesempatan yang sama, Pratikno menyampaikan penghargaan tinggi terhadap peran kiai dan nyai yang selama berabad-abad menjaga tradisi keilmuan pesantren serta mendidik jutaan santri.
“Terima kasih kepada para Kiai dan Nyai yang tanpa lelah menjadi suluh bagi umat. Terima kasih kepada jutaan santri yang memilih jalan ilmu,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (15/11/2025).
Baca Juga:
Yaqut Belum Juga Ditetapkan Tersangka, KPK Kini Digugat Praperadilan soal Kuota Haji
Pratikno menegaskan bahwa sejarah bangsa menunjukkan kontribusi besar pesantren dalam perjuangan kemerdekaan, pembentukan karakter kebangsaan, hingga penguatan nilai moderasi beragama.
Saat ini, dengan keberadaan lebih dari 42 ribu pesantren dan 12,5 juta santri yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pesantren dinilai memiliki potensi sosial yang sangat besar sebagai motor kemajuan nasional.
Ia menyambut positif inisiatif pemerintah untuk membentuk Ditjen Pesantren dan berharap struktur organisasi baru ini mampu bekerja cepat, fleksibel, dan responsif terhadap tantangan zaman.
Dalam paparannya, ia mengusulkan empat direktorat yang dapat menjadi kerangka kerja kelembagaan, yaitu:
a. Direktorat Sarana dan Prasarana Pesantren,
b. Direktorat Kurikulum dan Vokasi Pesantren,
c. Direktorat Kemandirian dan Kewirausahaan Pesantren, serta
d. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Kemitraan Pesantren.
Menko PMK juga menekankan pentingnya menempatkan sumber daya manusia yang tidak hanya memahami tradisi pesantren, tetapi juga memiliki kompetensi teknokratis.
SDM Ditjen Pesantren diharapkan mampu menjembatani nilai keilmuan klasik dengan perkembangan teknologi, ekonomi, dan kebutuhan dunia modern.
Ia menyebut bahwa lembaga ini memerlukan SDM “yang berjiwa santri sekaligus berotak teknokrat” agar bisa menjadi garda depan transformasi pesantren.
Sebagai tahap awal, Pratikno mengusulkan empat program strategis yang dapat dijalankan Ditjen Pesantren, yaitu:
- Program Pesantren Sehat dan Aman, dengan fokus pada audit dan revitalisasi bangunan, peningkatan fasilitas sanitasi, serta layanan kesehatan bagi santri.
- Program Santri Kompeten, yang menekankan penguatan kurikulum vokasi, pelatihan kewirausahaan, dan peningkatan kesiapan kerja.
- Program Kiai dan Nyai Berdaya, yang diarahkan untuk memperkuat kapasitas para pengasuh pesantren melalui pelatihan ilmu agama kontemporer dan kompetensi profesional lainnya.
- Program Pesantren Digital, sebagai upaya memperluas akses teknologi, digitalisasi administrasi, serta peningkatan literasi digital di lingkungan pesantren.
Dalam kesempatan itu, Pratikno menegaskan bahwa Ditjen Pesantren harus berjalan melalui kolaborasi lintas kementerian dan lembaga.
Ia menyebut sejumlah mitra strategis seperti Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perumahan, Kementerian P2MI, hingga dunia usaha, Kadin, lembaga filantropi, dan organisasi masyarakat sipil.
Menurutnya, kerja gotong royong adalah kunci agar pesantren mampu berkembang lebih cepat dan berkelanjutan.
“Prinsip gotong royong harus menjadi ruh. Pesantren tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri,” jelasnya.
Di akhir pemaparannya, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Ditjen Pesantren sebagai ruang bersama untuk merawat warisan keilmuan sekaligus membuka pintu bagi inovasi.
“Insya Allah kita akan sampai pada tujuan. Mari jadikan Ditjen Pesantren sebagai rumah bersama rumah untuk merawat tradisi dan rumah untuk menyambut masa depan,” tandasnya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]