WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyerukan agar perempuan Indonesia lebih berani mengambil peran strategis dalam membangun ekosistem digital nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Ajakan tersebut disampaikan Meutya dalam kegiatan “She-Connects: Perempuan, Digital, dan Aksi Nyata” yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) di Kabupaten Badung, Bali, Jumat (10/10/2025).
Baca Juga:
Menkomdigi Resmikan Garuda Spark di Jakarta, Targetkan 4 Juta Talenta Digital Baru
Acara yang dihadiri sekitar 200 peserta dari kalangan akademisi, pelaku wirausaha, serta komunitas perempuan ini menjadi wadah untuk mendorong kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat partisipasi perempuan di dunia digital.
Dalam sambutannya, Meutya menegaskan bahwa kehadiran perempuan di dunia teknologi bukan sekadar pelengkap, melainkan faktor penting dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital.
Ia mengungkapkan, meski jumlah pengguna internet perempuan hampir menyamai laki-laki, namun partisipasi mereka dalam sektor tenaga kerja teknologi masih rendah.
Baca Juga:
Konsisten Berantas Judi Online, Komdigi Tindak Ratusan Ribu Konten Setiap Bulan
“Secara global, rata-rata perempuan yang bekerja di bidang teknologi sudah mencapai 40 persen. Namun di Indonesia baru 27 persen. Angka ini harus kita kejar bersama,” ujar Meutya.
Meutya juga menyoroti tantangan struktural yang masih membatasi perempuan di bidang digital, seperti stereotip gender, minimnya kepercayaan diri, dan keterbatasan figur teladan.
Ia menilai pendidikan dan dukungan sejak usia dini menjadi kunci untuk membangun keberanian perempuan agar mampu bersuara dan mengambil keputusan di ruang digital.
“Percaya diri itu harus diajarkan sejak kecil, lewat keberanian untuk berbicara dan berpendapat. Internet harus digunakan untuk mengakses ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Selain mendorong keterlibatan perempuan, Meutya juga mengingatkan pentingnya perlindungan bagi anak dan perempuan di dunia maya.
Berdasarkan data Kemkomdigi, dalam empat tahun terakhir tercatat 1.902 kasus kekerasan berbasis gender online serta lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak yang berhasil ditangani.
Sebagai bentuk langkah nyata, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital, atau dikenal sebagai PP Tunas, yang mengatur batas usia anak sebelum dapat mengakses media sosial.
“Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan ini. Kami ingin memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif dan adiksi digital,” jelas Meutya.
Lebih lanjut, Meutya menegaskan komitmen pemerintah untuk memperluas konektivitas digital yang inklusif dan berkeadilan gender.
Saat ini, konektivitas nasional baru mencapai 80,8 persen populasi, dan upaya terus dilakukan untuk menjangkau wilayah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Selain memperluas jaringan, Kemkomdigi juga mengembangkan program literasi digital, mentoring startup perempuan, serta pelatihan di sektor gim dan ekonomi kreatif.
“Perempuan punya pengaruh berantai. Ketika satu perempuan belajar digital, dampaknya bisa menjangkau keluarga dan komunitasnya. Karena itu, kami ingin lebih banyak perempuan menjadi penggerak, bukan sekadar pengguna,” tutur Meutya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya, menyampaikan bahwa hampir separuh pengguna internet Indonesia adalah perempuan.
“Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang kesempatan dan keberanian mengambil peran,” ujar Fifi.
Ia menyebut, dari total 221,56 juta pengguna internet di Indonesia, 49,1 persen di antaranya adalah perempuan.
Melalui program “She-Connects”, pemerintah berharap dapat mengubah perempuan dari sekadar pengguna teknologi menjadi agen perubahan di dunia digital.
Sementara itu, Plt. Direktur Ekosistem Digital Kemkomdigi, Farida Dewi Maharani, menjelaskan bahwa “She-Connects” merupakan kegiatan inspiratif yang sepenuhnya digagas dan dijalankan oleh perempuan.
“Semua panitia dan peserta adalah perempuan, dari mahasiswa hingga pelaku usaha dan komunitas kreatif. Bali dipilih karena dikenal dengan kreativitasnya yang tinggi,” jelas Farida.
Acara tersebut juga menghadirkan berbagai narasumber perempuan berprestasi dari bidang akademik, industri teknologi, dan komunikasi digital.
Beragam kegiatan interaktif seperti pameran karya digital, booth edukatif, dan diskusi panel turut memeriahkan agenda yang bertujuan memperkuat solidaritas dan kolaborasi antarperempuan di ranah digital Indonesia.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]