WahanaNews.co | Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) terus berupaya mencetak petani inovatif yang mengolah lahan gambut secara berkelanjutan.
Hal ini dilakukan melalui pelatihan Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG) yang memperkenalkan pertanian alami dengan tidak membakar lahan.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
"Para petani perlu solusi praktis dalam pertanian. Mereka kita beri materi terkait konsep dasar ekosistem gambut, teknik hingga praktik langsung pembuatan pupuk organik, pembenahan tanah dan pestisida alami,” ujar Kepala Kelompok Kerja Bidang Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Suwignya Utama, dalam keterangannya, Sabtu (25/9/2021).
Di Hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September kemarin, banyak petani gambut yang sudah bisa mengolah lahannya tanpa membakar.
Bahkan, pertanian alami dan berkelanjutan ini terbukti bisa meningkatkan kesejahteraan mereka karena minimnya biaya produksi.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Badri, salah seorang petani gambut di Desa Buantan Lestari, Bunga Raya, Siak, Riau, menyadari bahwa membakar lahan bisa menyebabkan polusi udara, lahan menjadi rusak, bahkan bakteri atau mikroba dalam tanah juga ikut rusak.
Menurutnya, dengan mengolah tanaman di lahan gambut, biaya produksi menjadi minim.
“Alhamdulillah setelah diaplikasikan dari pelatihan SLPG sangat memuaskan, kami diajarkan pentingnya bakteri, unsur hara dan membuat pestisida nabati, itu sangat membantu meminimalkan pengeluaran untuk bertani,” jelasnya.
Manfaat lain juga dirasakan oleh Sofyani, petani gambut dari Desa Pandak Daun, Daha Utara, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Dia bilang, mengolah lahan gambut membantu meningkatkan perekonomian serta mampu mengubah perilaku masyarakat.
“Saya ingin berterimakasih kepada pemerintah yang telah memberikan bantuan alat pertanian, seperti traktor mini dan alat pencacah rumput, serta memberikan pelatihan budidaya yang bisa menambah ekonomi masyarakat, bahkan nanti rencananya juga akan ada revitalisasi ekonomi lumbung jamur,” kata Sofiyani.
Dia berharap, tak ada lagi pembakaran di lahan gambut.
“Warga kini kompak dan saling mengingatkan para petani gambut agar tak ada yang membakar lahan,” lanjutnya.
Manfaat mengolah lahan gambut tanpa bakar juga dirasakan oleh Sarimin, petani gambut dari Desa Jalur Muly, Muara Sugihan, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dari lahan seluas 6 hektar, Sarimin bersama 38 petani gambut lainnya menanam padi dengan menggunakan pupuk organik dari hasil pelatihan SLPG.
“Hasilnya sangat memuaskan, bahkan kami tidak pernah gagal panen. Panen kemarin kita bisa menghasilkan 6-7 ton beras,” ungkap Sarimin.
Memanfaatkan lahan gambut di areal restorasi, BRGM membangun demonstration farm dengan membudidayakan padi gambut seluas 250 hektar di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Jumino, Ketua Poktan Talio Hulu, menjelaskan bahwa areal gambut yang dulunya terbengkalai selalu terbakar sekarang dapat memberikan hasil tambahan pendapatan bagi para petani setempat.
"Selain itu, kebakaran pun dapat diminimalisasi," pungkasnya. [dhn]