WahanaNews.co | Setelah tidak lagi menjabat sebagai kepala perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nusa Tenggara Barat (NTB), Rusnawi (53) memutuskan untuk merantau ke Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.
Berbekal ijazah pendidikan dokter yang dimilikinya, Rusnawi mendatangi rumah sakit satu per satu.
Baca Juga:
BKKBN Sulut dan Pemkab Minahasa Selatan Libatkan Pakar Identifikasi Penyebab Stunting
Ia mencoba melamar pekerjaan demi mendapatkan penghasilan bagi keluarganya.
Kedatangan ke Bangka, kata Rusnawi, berbekal informasi dari kenalannya, dan dirinya pun dulu, ketika masih kuliah, pernah kuliah kerja nyata (KKN) di Bangka Tengah.
"Sudah coba beberapa rumah sakit, kebetulan penuh. Saya spesialis kulit, akhirnya dapat di rumah sakit swasta, statusnya kontrak," kata Rusnawi, saat berbincang dengan wartawan, Senin (27/9/2021).
Baca Juga:
BKKBN Sulut Tekankan Pentingnya Dukungan Pemangku Kepentingan Turunkan Angka Stunting
Bekerja di RS dengan status kontrak
Rusnawi juga membuka layanan kesehatan bekerja sama dengan platform online demi mendapatkan penghasilan tambahan.
Bekerja di rumah sakit dengan status kontrak, kata Rusnawi, harus mengandalkan klaim dari pembayaran BPJS Kesehatan.
Itu pun pembayarannya bisa memakan waktu berbulan-bulan sejak klaim diajukan.
Beruntung, Rusnawi masih memiliki penghasilan dari uang pensiunan anggota TNI.
Namun, uang tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bulanan.
Sementara untuk membuka klinik dan pengadaan peralatan medis, Rusnawi membutuhkan penghasilan tambahan dari rumah sakit.
Uang Pensiun Sedikit, Masih Harus Sekolahkan Anak
Rusnawi juga harus memikirkan biaya dua anaknya yang masih kuliah.
"Saya kan pensiun dini atas permintaan sendiri, jadi masa tugasnya terhitung masih sedikit, dan pensiunan juga tidak banyak," ujar Rusnawi.
Keputusan untuk pensiun dini itulah yang mengubah kehidupan Rusnawi untuk selamanya.
Dia membulatkan tekad, hijrah dari Korps TNI Angkatan Udara, tepatnya di RSPAU dr S Hardjolukito Yogyakarta, dengan pangkat kolonel (kesehatan), setelah dinyatakan lulus sebagai kepala perwakilan BKKBN NTB.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 mengharuskan setiap aparatur yang hendak menduduki jabatan tinggi pratama harus pensiun terlebih dahulu.
Sehingga, tidak ada status ganda dalam pembayaran gaji dan tunjangan.
Malapetaka saat Putuskan Masuk BKKBN NTB
Dari sinilah malapetaka menimpa Rusnawi.
Setelah dinyatakan lulus dalam seleksi terbuka (open bidding) dan dilantik sebagai kepala BKKBN NTB, Rusnawi tak bisa mendapatkan haknya berupa gaji dan tunjangan.
Setelah ditelisik, ternyata nomor kepegawaiannya yang baru sebagai kepala BKKBN NTB tidak benar dan tidak diakui oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Nomornya bodong, aspal. Jadi nomor kepegawaian dalam SK pelantikan saya seperti dibuat-buat saja," ujar Rusnawi.
Selama enam bulan menjabat, terhitung April hingga September 2020, Rusnawi terus berupaya memperbaiki nomor kepegawaiannya.
Namun tidak berhasil.
Rusnawi akhirnya berhenti dari BKKBN.
Dia kemudian membawa kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN).
Kemudian, PTUN mengeluarkan putusan nomor 95/G/2021/PTUN.JKT yang isinya mengabulkan seluruh gugatan yang dilayangkan Rusnawi.
Pengadilan memerintahkan BKKBN untuk memproses dan memenuhi hak Rusnawi selaku pegawai negara.
"Sayangnya, BKKBN justru tidak mengikuti perintah pengadilan. Mereka banding dan membawa kasus ini ke pengadilan tinggi," ujar Rusnawi.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Hukum BKKBN, Ahmad Fuadi, membenarkan adanya kasus yang menimpa Rusnawi.
Saat ini, kata Ahmad, BKKBN sedang menunggu keputusan banding dari pengadilan.
Dia berharap, ada keputusan pengadilan yang bisa dilaksanakan oleh BKKBN maupun BKN.
"Saat ini agendanya baru pengajuan memori banding, jadi kami masih menunggu. Mudah-mudahan nanti ada keputusan yang terbaik buat pak Rusnawi," ucap Ahmad. [dhn]