WahanaNews.co | Komisi XI DPR RI mengadakan Rapat kerja (Raker) untuk membahas Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau Tahun 2023 pada Senin (12/12/2022). Menteri Keuangan, Sri Mulyani, ikut menghadiri raker tersebut.
Seperti diketahui, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 10 persen untuk 2023 dan 2024. Dengan adanya kenaikan cukai ini pemerintah memperkirakan menerima pendapatan sebesar Rp 232,58 triliun.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
“Kita harapkan dengan target ini maka penerimaan cukai hasil tembakau dalam APBN 2023 yang sudah diputuskan bersama DPR akan tercapai Rp 232,58 triliun," kata Sri Mulyani.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Federic Palit bertanya terkait target penerimaan negara dari cukai apakah sudah masuk dalam UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Mengingat kenaikan tarif cukai hasil tembakau diumumkan pada November sedangkan pengesahaan UU APBN 2023 ditetapkan pada bulan Oktober.
"Apakah ada perbedaan dibahas saat RAPBN dengan dibahas setelah jadi UU APBN?," kata Dollfie dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Mendapat pertanyaan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan dalam menyusun APBN pemerintah selalu membahas secara eksplisit terkait target-target penerimaan negara, tak terkecuali dari pos cukai hasil tembakau. Setiap target penerimaan negara dibahas secara detail di banggar hingga Panja A, asumsi dan target penerimaan dan komisi keuangan di Komisi XI.
"Jadi pada saat kita tetapkan target penerimaan perpajakan bea dan cukai dan PNBP kami sampaikan secara eksplisit dari tiap target tersebut," kata dia.
Mendapat jawaban tersebut Dollfie merasa tidak puas. Dia pun menegaskan kembali pertanyaanya. Dia pun kembali mencecar Sri Mulyani dengan pertanyaan yang lebih spesifik.
"Klarifikasi saja, di dalam APBN 2023 sudah ditetapkan penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp 232,58 triliun sudah jadi undang-undang. Tarifnya ini 10 persen rata-rata dan 15 persen untuk jenis REL Dan 6 persen untuk HPTL. Apakah ini sudah termasuk yang 232?," tanya Dollfie lagi.
"Belum Bapak," jawab Sri Mulyani singkat.
"Nah itu yang jadi pertanyaan kami, kapan persetujuan dari komisi keuangan terkait kenaikan tarif itu? Apakah ada perbedaan sebelum RUU APBN dengan saat APBN sudah jadi UU?," tanya Dollfie.
Bendahara negara ini menjawab pertanyaan Dollfie dengan teknik pembahasan APBN. Menurutnya, semua pembahasan sudah dilakukan pemerintah bersama APBN. Namun jika dalam hal tertentu, setelah UU disahkan masih bisa dilakukan rapat-rapat pendalaman.
"Sehingga beberapa hal kadang sudah diputuskan tapi mereka perlu pembahasan seperti PMN ini bisa tetap dibahas. Hal ini juga saya rasa sama dengan DPR, kalau detailnya dilakukan Komisi XI," kata Sri Mulyani.
Kenaikan Tarif Cukai Rokok Harus Dapat Restu Komisi XI
Mendapat jawaban tersebut, Dollfie tampak kesal karena kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi. Menurutnya, sudah 2 tahun berturut-turut pemerintah membuat kebijakan kenaikan tarif cukai tanpa persetujuan dengan Komisi XI.
"Untuk kita ketahui bersama dan ini untuk mengingatkan Bu Menteri. Peristiwa ini sudah 2 kali sama hari ini karena tahun lalu juga begitu," kata Dollfie.
"Undang-undang diketok baru minta konsultasi. Jadi buat jaga hubungan kesetaraan hubungan budgeting DPR di kemudian hari. Bagaimanapun di UU dijelaskan persetujuan dari Komisi XI," ungkapnya.
Dollfie mengingatkan pemerintah tidak seharusnya mengeluarkan kebijakan tanpa persetujuan DPR. Langkah yang diambil pemerintah dalam penetapan tarif cukai ini membuat DPR tidak bisa memberikan masukan atas kebijakan yang dibuat pemerintah.
Dia pun mengingatkan agar kejadian serupa tak lagi terjadi di tahun depan. Pembahasan kenaikan tarif cukai hasil tembakau harus mendapatkan restu dari Komisi XI.
"Ini untuk menjaga hubungan kemitraan yang sejajar dalam hak budgeting. Jadi tahun berikutnya jangan terulang lagi Bu Menteri ini bukan yang pertama kali soalnya," kata dia.
"Tahun lalu juga begitu, kesimpulan rapat kita desember APBN diketok Oktober. kan enggak bisa terulang kembali Kita tidak ingin ini terjadi lagi di tahun berikutnya," kata dia.
Sri Mulyani Minta Maaf
Menanggapi itu, Sri Mulyani pun langsung meminta maaf. Sebab langkah yang diambil pemerintah dianggap melangkahi hak budgeting DPR.
"Saya mohon maaf kalau itu dianggap dari sisi fungsi DPR dan Komisi XI dari sisi hak budget ini tidak menghormatinya," kata dia.
Dia pun berjanji saat pembahasan APBN tahun berikutnya akan membahas lebih detail terkait penerimaan negara. Termasuk kebijakan pemerintah dalam hal kenaikan tarif cukai bersama komisi XI.
"Kalau bisa bahas APBN nyanyi di tingkat panja penerimaan di komisi DPR ini kita bahas sampai desain kebijakan cukai dan penerimaan penerimaan lain," pungkasnya. [rgo]