Dia mengatakan, kebijakan standardisasi karbon, lanjut Ahmad, harus diiringi dengan regulasi fiskal berupa skema feebate (penalti bila tak memenuhi standar) dan skema rebate (insentif bila memenuhi standar).
Insentif fiskal kendaraan rendah karbon diambil dari cukai yang dipungut dari kendaraan yang tidak memenuhi standar teknologi gram karbon dioksida per kilometer (grCO2/km).
Baca Juga:
PLN Suluttenggo Sediakan 43 SPKLU Dukung Kelancaran Arus Balik Lebaran 2025
Kendaraan dengan level grCO2/km terendah sebagai kendaraan paling hemat energi akan menjadi kendaraan paling murah.
Cukai karbon hanya dikenakan sekali pada saat pembelian.
Cost neutral principal bukan sebagai sumber pendapatan negara, melainkan instrumen pengendali karbon dioksida pada kendaraan bermotor.
Baca Juga:
PLN Kalbar Siapkan 52 SPKLU 24 Jam Dukung Mudik Ramah Kendaraan Listrik
Adapun untuk memotivasi produk kendaraan rendah emisi karbon di dalam negeri perlu dipertimbangkan foot-print karbon dioksida dipertimbangkan pada perhitungan ini.
Dalam dokumen Grand Strategi Energi Nasional, pemerintah menargetkan angka kendaraan listrik mencapai 15 juta unit.
Rinciannya yakni 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik pada tahun 2030. [gun]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.