WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penundaan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hasil seleksi 2024 memicu polemik berkepanjangan.
Keputusan ini diambil dalam rapat antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (5/3/2025).
Baca Juga:
Kepala BKN RI Buka Sosialisasi Manajemen Talenta Sekaligus Penyerahan SK CPNS Formasi TA 2021 di Kabupaten Raja Ampat
Berdasarkan hasil rapat, pengangkatan CPNS diundur hingga 1 Oktober 2025, sedangkan PPPK baru akan diangkat pada 1 Maret 2026.
Penundaan ini menimbulkan keresahan di kalangan pelamar yang sudah lolos seleksi. Banyak di antara mereka yang telah mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya demi menjadi abdi negara, namun kini justru terancam menganggur tanpa kepastian penghasilan.
Gelombang protes pun bermunculan di media sosial dengan tagar seperti #TOLAKTMTSERENTAK, #SAVECASN2024, dan #TOLAKKEBIJAKANTMTSERENTAK.
Baca Juga:
Pj Gubernur Velix Wanggai Konsultasi ke Kementerian PANRB, Penyesuaian Kembali atau Penurunan Nilai Ambang Batas Seleksi CPNS se-Papua Pegunungan
Ridwan (bukan nama sebenarnya), salah satu peserta yang dinyatakan lolos di Kementerian Agama, mengungkapkan kekecewaannya.
“Saya sudah mengikuti seluruh proses seleksi dengan baik dan tinggal menunggu penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP). Lalu, tiba-tiba pemerintah menunda pengangkatan. Kami resah. Apalagi, banyak dari kami yang sudah mengajukan resign dari pekerjaan,” ujarnya.
Hal serupa dialami Chella, pelamar CPNS yang sudah dinyatakan lolos seleksi di sebuah lembaga penyiaran di bawah Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
“Saya sudah mengajukan surat resign sejak Februari 2025 dan seharusnya berhenti bekerja pada akhir Maret. Tapi setelah ada pengumuman penundaan ini, saya jadi bingung. Mau lanjut kerja, rasanya tidak enak, tapi kalau berhenti, saya bisa menganggur lama,” katanya dengan nada kecewa.
Dampak penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK ini tidak hanya dirasakan oleh para pelamar, tetapi juga membawa kerugian ekonomi yang cukup besar.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa total kerugian akibat kebijakan ini hampir mencapai Rp 7 triliun.
“Kerugian penundaan pengangkatan CPNS sejak Maret sampai Oktober 2025 mencapai lebih dari Rp 6,76 triliun,” ujarnya.
Menurutnya, angka ini dihitung berdasarkan rata-rata gaji awal ASN yang hilang selama sembilan bulan bagi para pelamar yang sudah lolos seleksi.
Di sisi lain, keputusan Kemenpan-RB juga memicu perbedaan pandangan dengan DPR.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse, menegaskan bahwa pihaknya sebenarnya ingin mempercepat pengangkatan CPNS dan PPPK.
“Kalau mengikuti rapat dari awal, justru sebenarnya kita ingin mempercepat. Oktober 2025 dan Maret 2026 itu harusnya batas penyelesaian, bukan tanggal pengangkatan,” tegasnya.
Di tengah polemik ini, Presiden Prabowo Subianto pun turun tangan. Menteri PAN-RB, Rini Widyantini, mengonfirmasi bahwa dirinya telah melaporkan keputusan penundaan ini kepada Presiden.
“Sudah saya laporkan ke Presiden. Nanti akan ada Instruksi Presiden,” ujarnya, melansir Tribunnews, Rabu (12/3/2025).
Publik kini menunggu kepastian lebih lanjut dari pemerintah, terutama setelah Prabowo dikabarkan akan mengeluarkan Instruksi Presiden untuk menangani persoalan ini.
Para calon ASN berharap kebijakan yang lebih jelas segera dikeluarkan agar mereka tidak terus terkatung-katung dalam ketidakpastian.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]