Pertamina saat ini melakukan studi BECCS di Sumatera Selatan. Wilayah ini memiliki hutan eucalyptus dan operasi minyak serta gas di lokasi yang berdekatan.
"Misalnya, emisi CO₂ dari industri pulp dan kertas sebesar 1 juta ton per tahun dapat ditangkap dan disimpan di reservoir Limau Field yang hanya berjarak 5 kilometer. Keunikan ini jarang ditemukan di negara lain," jelas Oki.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Gandeng PT Vale untuk Pionir Transformasi Hijau Melalui HVO
Pendekatan ini berpotensi menghasilkan inisiatif carbon negatif, baik melalui fotosintesis tanaman maupun injeksi ke reservoir geologis.
"Dengan metode ini, kita tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga menciptakan kredit karbon yang dapat diperdagangkan," tambahnya.
Menurut Oki, Indonesia memiliki banyak peluang untuk mengembangkan BECCS, seperti di pabrik bioetanol di Jawa Timur yang juga menghasilkan CO2 untuk industri makanan.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Siap Layani Energi Mitra Global
Namun, lanjutnya, untuk mewujudkan teknologi ini diperlukan kolaborasi yang kuat dalam pengembangan teknologi, regulasi yang mendukung, serta dukungan keuangan.
"Regulasi seperti mekanisme MRV (Measurement, Reporting, and Verification) dan pengembangan pasar karbon akan menjadi kunci untuk menarik investasi ke Indonesia. Ini adalah berkah sekaligus peluang besar bagi kita," kata Oki.
Melalui sinergi antara bioenergi dan CCS, Indonesia dapat meningkatkan kontribusi energi terbarukan dan menurunkan emisi karbon secara signifikan.