WahanaNews.co | Indonesia Police Watch (IPW) menilai, anggota kepolisian yang terlibat bentrok dengan Laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek patut diduga telah
melanggar Prosedur Operasi Standar
(SOP).
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, menjelaskan, hal
tersebut cukup tergambar dari hasil rekonstruksi terbuka yang dilakukan oleh
Bareskrim Polri di empat Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang tersebar di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
"Jajaran Polri harus mau
menyadari bahwa terjadi pelanggaran SOP dalam kasus kematian anggota FPI
pengawal Rizieq di Km 50 Tol Cikampek," kata Neta, melalui keterangan tertulis, Senin (14/12/2020).
Menurut Neta, pelanggaran prosedur itu
membuat personel kepolisian dapat dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Setidaknya, kata dia, terdapat tiga
pelanggaran yang dilakukan, terutama saat polisi menembak mati empat anggota Laskar FPI yang telah diringkus dan berada di dalam mobil.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
Diketahui, kejadian tersebut sempat
diperagakan oleh penyidik Bareskrim dalam rekonstruksi TKP ke-4, yakni Km 51+200, pada
Minggu (13/12/2020) malam hingga
Senin (14/12/2020) dini hari.
Kala itu, aparat menembak empat orang
laskar karena berusaha merebut senjata milik petugas saat hendak dibawa ke
Mapolda Metro Jaya.
"Keempat anggota FPI yang masih
hidup, setelah dua temannya tewas (versi polisi tewas dalam baku tembak), dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol. Ini sangat aneh,
Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya
diborgol aparat," ucap Neta.
Menurutnya, sangat tak lazim apabila
polisi mengendurkan penjagaan setelah terlibat baku tembak sebelumnya.
Apalagi, mereka sedang membawa terduga
pelaku yang terlibat dalam baku tembak itu.
Polisi yang bertugas, kata dia,
ceroboh sehingga menyebabkan laskar FPI itu tewas di dalam mobil.
Padahal, seharusnya, penyidik tak perlu sampai menembak laskar dari jarak dekat ketika
mereka tak bersenjata.
"Polri yang seharusnya terlatih,
terbukti tidak promoter (profesional, modern, terpercaya), dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata,
sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat, hingga keempat anggota FPI itu tewas," kata Neta, menerangkan analisisnya.
Oleh sebab itu, menurutnya, saat ini pemerintah perlu membentuk Tim Independen Pencari Fakta, sehingga kasus tersebut bisa menjadi terang.
IPW mendesak agar Presiden Joko Widodo
turun langsung memerintahkan pembentukan tim independen tersebut guna mengusut
simpang siur informasi yang selama ini beredar di masyarakat.
"Jika Jokowi mengatakan tidak
perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa
Presiden tidak ingin kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas
dengan terang benderang," kata Neta.
Sebagai informasi, empat lokasi yang
menjadi tempat adegan bentrokan berlangsung dilakukan di Jalan Interchange Karawang Barat, depan Hotel Novotel. TKP kedua, Jembatan Badami.
TKP ketiga, Rest Area Km 50. Dan, TKP keempat, Km 51+200.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana
Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian, belum menanggapi wartawan saat dikonfirmasi terkait alasan petugas
tidak memborgol keempat laskar FPI.
Setidaknya, ada 58 adegan yang
dilakukan di empat TKP di Kabupaten Karawang tersebut. [dhn]