WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan, ekonomi sejumlah negara di Asia-Pasifik masih belum pulih sepenuhnya.
Meskipun, kata Kepala Negara, saat ini banyak negara tengah berusaha keras untuk keluar dari tantangan besar, akibat dari pandemi Covid-19, perubahan iklim, dan perang.
Baca Juga:
Wamenkeu Anggito Dorong Penguatan UMKM di Yogyakarta
"Ekonomi sejumlah negara Asia-Pasifik belum pulih, masih di bawah tingkat pra pandemi, 70 persen dari total pengangguran baru terjadi di kawasan kita dan 85 juta penduduk kembali masuk ke jurang kemiskinan ekstrem," kata Presiden, dalam sambutannya di pembukaan sidang komisi ke-78 United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) atau Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik, dari Istana Merdeka, Senin (23/5/2022).
Presiden menambahkan, berdasarkan prediksi International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik turun 0.5 persen, menjadi 4.9 persen. Pasalnya, Inflasi juga diperkirakan mencapai 8.7 persen, atau naik 2.8 persen dari perkiraan semula.
"Pencapaian SDGs (pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals) semakin tertunda. Kawasan kita diperkirakan baru dapat mencapai SDGs paling cepat pada tahun 2065, dan menurut Global Climate Risk Index, enam dari 10 negara paling terdampak perubahan iklim dalam jangka panjang ada di Asia-Pasifik," ujarnya.
Baca Juga:
Sayuran Daun Kelor RI Diburu Asing, LPEI Ambil Peran
Untuk mempercepat pemulihan ekonomi, Jokowi mengatakan, penanggulangan pandemi harus dilanjutkan, dan kesenjangan vaksinasi Covid-19 di kawasan harus ditutup.
"Kawasan ini memiliki negara dengan pencapaian vaksinasi tertinggi dan juga terendah di dunia. Keberhasilan vaksinasi menentukan reaktivasi ekonomi nasional dan konektivitas dengan perekonomian dunia. UNESCAP dapat mendukung terbentuknya jaringan fasilitas produksi dan distribusi vaksin regional, mengatasi tantangan logistik, dan mempersingkat rantai pasok," tegasnya.
Selain itu, Presiden juga meminta UNESCAP untuk memperkuat pendanaan SDGs.
Asian Development Bank (ADB) memperkirakan kebutuhan USD1.5 triliun setiap tahunnya untuk memastikan SDGs tercapai di Asia-Pasifik tahun 2030. Namun, ketersediaan pendanaan global hanya USD1.4 triliun.
"Kesenjangan besar ini harus ditutup. Investasi sektor swasta harus didorong. Meskipun Asia-Pasifik merupakan kawasan terbesar bagi penanaman modal asing inbound dan outbound, namun nilai investasi ke kawasan sendiri masih kecil. UNESCAP perlu mendorong penguatan investasi intrakawasan, mendukung kemudahan berusaha, promosi dan business matching di antara negara anggota," ungkapnya.
Presiden pun berharap adanya kolaborasi UNESCAP dengan ADB dan lembaga pendanaan lainnya. Ia pun memberi contoh di Indonesia sendiri, untuk memajukan berbagai pendanaan inovatif yakni lewat SDG Indonesia one, green sukuk dan ekonomi karbon.
“Sumber-sumber pertumbuhan baru harus diperkuat. Digitalisasi, pemberdayaan UMKM, dan pertumbuhan hijau adalah masa depan kita bersama. Optimalisasi digitalisasi perdagangan akan memangkas biaya perdagangan di kawasan setidaknya 13 persen.”
"Akses UMKM pada financial inclusion dan rantai pasok kawasan perlu didorong. Dukungan bagi upaya pertumbuhan hijau sangat diperlukan, termasuk transisi energi, dan kapasitas pajak perlu harus diperkuat, termasuk carbon tax," sebutnya. [rin]