Menurut Sappe, harusnya Desa Binusan Dalam bisa
berkembang selayaknya desa lainnya, apalagi berada satu daratan dengan Pulau
Nunukan.
Terasa aneh sekali jika melihat ibu kota
kabupaten yang terang benderang, sementara Desa Binusan Dalam yang masih satu
daratan justru tidak teraliri listrik.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Konsumen Percayakan Perbaikan dan Pemasangan Instalasi Listrik pada Ahlinya
Masyarakat dipaksa mengisi baterai handphone dengan berjalan kaki jauh
menuju desa induk, sementara anak-anak sangat membutuhkan handphone untuk belajar online
di masa pandemi Covid-19 seperti ini.
Kadang, untuk menuju rumah ibadah seperti
gereja atau masjid, warga harus berjalan di atas tanggul lahan sawah sambil
meraba-raba saat musim penghujan.
Jalanan terendam akibat banjir.
Baca Juga:
Energi Hijau Jadi Primadona, PLN Siapkan Solusi untuk Klien Raksasa Dunia
"Orangtua terpaksa beli HP untuk anak belajar
daring, padahal kami rata-rata petani. Ada dua orang pegawai, itupun pegawai
honorer penjaga kubur. Jangan heran kalau di sini masih banyak warga yang buta
aksara," terangnya.
Bukan hanya pada aspek ekonomi, sosial budaya
dan pendidikan, pada aspek kesehatan juga kian memprihatinkan.
Pasalnya, ibu-ibu khususnya di RT 11 yang
memiliki anak, juga harus bertarung melawan medan sulit guna mengantarkan
anaknya ke posyandu untuk imunisasi.