WahanaNews.co | Peristiwa gempa bumi yang melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan sekitarnya menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Perlu adanya penanganan secara optimal terhadap peristiwa bencana gempa bumi Cianjur melalui pelibatan berbagai pihak termasuk didalamnya keterlibatan komunitas pengguna UAV/Drone.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Gelar Rapat Terbatas dari Amerika Serikat, Terkait Bencana Erupsi Gunung Lewotobi Laki Laki di Flores Timur
Ketersediaan informasi geospasial yang akurat akan memberikan keputusan yang tepat, efisien, efektif dan komunikatif dalam upaya penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022).
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Dr. Udrekh, mengatakan bahwa pemetaan merupakan salah satu hal penting yang perlu dilakukan ketika terjadi bencana, guna merencanakan aksi respon yang tepat.
“Pemetaan udara ini menjadi hal yang akan sangat bermanfaat bagi tim penanggulangan bencana, mengingat daerah terdampak gempa yang cukup luas serta akses darat ke seluruh wilayah terdampak masih terbatas,” ujarnya.
Baca Juga:
Pemerintah Provinsi Bengkulu Bangun Infrastruktur Jalan dan Jembatan Pasca-Bencana Alam
Gerakan Fly for Humanity turut membantu proses Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Cianjur melalui kegiatan pemetaan udara di daerah terdampak gempa bumi.
Pemetaan udara ini dilakukan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Gerakan ini berhasil mengumpulkan setidaknya 12 entitas dari berbagai latar belakang, mulai dari lembaga pemerintah, lembaga non-pemerintah (NGO), universitas, lembaga usaha, komunitas, hingga relawan.
Tercatat, lebih dari 50 orang personil terlibat baik secara langsung turun kelapangan maupun secara remote atau bekerja jarak jauh.
Mereka terdiri drone pilot, visual oberver, GIS Operator dan ground checker, serta pihak yang bekerja di balik layar seperti tim data processing, analisis, visualisasi, hingga advokasi dan publikasi. Setidaknya sejak hari pertama (Selasa, 22/11)) menjalankan misi Gerakan Fly for Humanity telah berhasil melakukan pemetaan udara seluas lebih kurang 2.500 Ha.
Penggagas Gerakan Fly for Humanity, Septian Firmansyah mengatakan, tidak lama berselang setelah gempa pertama dengan magnitudo 5.6 yang mengguncang Cianjur, dirinya langsung melakukan koordinasi dengan tim untuk melakukan respon terhadap bencana ini.
“Tim kami langsung bergerak sejak tanggal 21 November 2022, tiba di lapangan di hari tersebut. Meskipun begitu, pemetaan baru mulai dilakukan tim pertama pada tanggal 22 November 2022,” jelas Septian.
Septian menambahkan, setiap harinya, jumlah relawan yang ikut bergabung dalam Gerakan Fly for Humanity terus bertambah. Mereka pun mulai melakukan koordinasi baik secara daring maupun secara luring, serta membuat patokan berupa area terbang yang disebut Area of Interest (AOI).
“Koordinasi daring dan luring terus kami lakukan, dan kami mengupayakan segera tersedianya peta dampak gempa yang dapat digunakan untuk membantu tim tanggap darurat yang terjun ke lapangan. Selain itu, kami juga berupaya menyediakan peta dampak gempa sesegera mungkin supaya analisis terkait karakter gempa Cianjur dapat secepatnya dilakukan,” ungkap Septian.
Hingga tulisan ini dibuat, Sabtu, 26 November 2022, proses pemetaan udara masih berlangsung. Hal ini disebabkan oleh luasnya area terdampak gempa bumi Cianjur yang harus dipetakan.
Selain itu, berbagai kendala di lapangan, mulai dari kondisi cuaca, angin, serta padatnya lalu lintas udara, juga menjadi hambatan dalam proses ini.
Proses pemetaan yang dilakukan oleh gerakan Fly for Humanity diharapkan bisa selesai dalam waktu paling lama 10 hari dari sejak terjadinya gempa bumi dan diharapkan dapat membantu membuat keputusan dalam Operasi Tanggap Darurat Bencana gempa bumi Kabupaten Cianjur.
Hasil pengolahan data disajikan melalui inarisk.bnpb.go.id/gempa_cianjur/ dan fly4humanity.geodashboard.io/
[sdy]