WahanaNews.co, Jakarta - Baru-baru ini viral Menteri Sosial Tri Rismaharini yang -- lagi-lagi -- menumpahkan kemarahan dan kekesalannya.
Kali ini, kejadian tersebut terjadi di Desa Golo Wune, Pegunungan Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Sabtu (25/2/2024), di mana pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan penyalur bantuan Kemensos menjadi sasaran kemarahan dari menteri tersebut.
Baca Juga:
Mensos Risma Dapat Pujian dari Profesor Asien-Afrika Institut di Universität Hamburg Jerman
"Jangan ketawa, saya ngomong serius ini. Saya enggak pernah dapat laporan dari kalian masalah-masalah seperti ini. Dosa kalian semua! Dosa kalian!" pungkas Risma.
Kemarahan Risma tidak terjadi tanpa alasan dan latar belakang yang jelas. Risma merasa kesal karena ia mengetahui informasi tentang Maria Evin melalui media, padahal seharusnya ia seharusnya mendapat informasi tersebut langsung dari pendamping PKH.
Menurut penuturan Risma, Maria adalah seorang ibu yang mengurus tiga anak sendirian di sebuah gubuk yang sangat sederhana.
Baca Juga:
Mensos Risma Dapat Apresiasi dari Forum Infrastruktur OECD Terkait Orientasi Pembangunan Infrastruktur Bencana
Suaminya pergi merantau dan tidak pernah kembali. Dalam percakapannya dengan Risma, pendamping PKH awalnya mengusulkan agar Kemensos memberikan motor trail kepada para pendamping PKH untuk dapat mencapai area yang sulit dijangkau.
Ketika hal tersebut dibicarakan dengan Risma, kemarahan muncul karena menurutnya pendamping PKH di Papua mampu menjalankan tugasnya tanpa bantuan motor trail.
"Saya harus keras soalnya. Saya di Kemensos keras saya ngomong, coba tanya, dulu di Kemensos saya datang jam 7 pagi, setengah 7, gak ada yang datang. Sekarang saya datang setengah 7, banyak yang datang," pungkas Risma.
"Saya pulang, dulu, jam 4 sore, 5 sore, sudah enggak ada orang. Sekarang penuh di kantor sampai jam 9 malam. Berubah. Karena kita tidak akan pernah selesai kalau mereka belum sejahtera. Hayo. Mana loh pertanggungjawaban kalian," sambungnya.
"Saya keras karena itu dititipkan Tuhan kepada kita, bukan hanya agama, kita dibayar untuk ngurusi mereka. Paham!? Saya keras lho, saya enggak mau foto dengan kalian. Paham ya anak-anakku semuanya!?" ujarnya kembali.
Tidak hanya itu saja, ia juga singgung soal kerja dengan hati untuk membantu orang miskin, dan banyak orang di sekitar masih hidup dengan tidak layak.
"Saya ngomong sama staf saya, 'Bu, ke Labuan Bajo, ibu rekreasi,' gila itu saya melihat orang miskin saja enggak tega, ngapain saya rekreasi? Saya enggak mau itu gunakan itu," kata Risma.
Menurutnya, masih banyak orang-orang yang membutuhkan perhatian. Kalau mereka hidupnya lebih bagus, kita berhak untuk hidup lebih bagus, tapi kalau kalau mereka belum, kita tidak berhak, termasuk saya.
"Saya ingat, ada anak pendamping PKH dari Yahukimo itu, itu dia untuk saya ngomong mau vidcall dengan kalian, yang terjadi dia harus jalan kaki 3 hari 2 malam jalan kaki hanya untuk dapat sinyal, dia bisa vidcall dengan saya," tambahnya.
Selain itu, Risma juga mengingatkan soal banyak orang yang lebih sengsara. Dia menyebut pekerjaan itu urusannya dengan Tuhan, bukan masalah duniawi.
"Saya habis kerja keras begini saya masih pakai alat untuk penyangga ini, sakit sekali, tapi saya pastikan enggak ada mundur. Saya mau ke sini hari ini, saya pergi ke sini meskipun risikonya saya kumat lagi tapi itu saya ambil," ujar Risma.
Risma menuturkan sempat menangis waktu koma di Papua, karena begitu sakitnya.
"Tapi risiko saya ambil, pergi ke sini lagi. Jadi anak-anakku ayolah, apa yang mau kita cari di hidup ini. Kita besok mati, enggak ada yang bisa menunda mati," imbuhnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]