WahanaNews.co | Tommy Mohamad menuturkan pengalamannya lolos berangkat haji di tahun 2019 silam melalui jalur haji furoda.
Dokter berusia 41 tahun itu mengaku awalnya hanya mencoba-coba mendaftar di agen haji Retali dan akhirnya mendapatkan visa di Kuala Lumpur. Visa yang ia dapat bukan kartu visa fisik, melainkan visa elektronik.
Baca Juga:
Penjabat Gubernur Gorontalo Sambut Kedatangan Kloter 12 Haji 2024
"Pada 2019 sebelum pandemi saya ikut haji furoda. Awalnya mau coba-coba ternyata berhasil juga. Saya baru dapat visa itu saat hari H keberangkatan karena saya harus lewat Kuala Lumpur. Jadi saya baru dapat visanya di Kuala Lumpur," tuturnya kepada Tempo, Selasa 5 Juli 2022.
Haji furoda atau haji mujamalah merupakan haji jalur non kuota yang memungkinkan jemaah berangkat tanpa menunggu antrean.
Meskipun tidak harus antre, risiko jemaah gagal berangkat sangat besar. Sebab, tidak ada kejelasan jumlah kuota untuk tiap negara, apalagi pada masa pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Jemaah Haji Meninggal Tembus 1.000 Akibat Cuaca Panas Mendidih di Arab
Tommy sebelumnya mendapat info agensi Retali dari teman tantenya yang memang bekerja di agen penyelenggara haji itu.
Ia mengaku sempat khawatir tidak mendapat kuota dan sempat pasrah jika harus memilih daftar jalur reguler. Ia pun sadar adanya ketidakpastian kuota haji furoda, sehingga tak pernah merekomendasikan cara ini pada keluarga maupun teman-temannya.
Pada saat itu, kata Tommy, agen tidak pernah memberi kepastian informasi tanggal keberangkatan. Agen hanya menjelaskan bahwa tanggal keberangkatan bisa berubah-ubah. Akhirnya pada 2019 Tommy berangkat haji pada bulan September. Adapun pendaftaran dan pembayaran sudah ia lakukan sejak bulan Maret 2019.
"Dikasih tahu ancang-ancang tanggal segini ke segini, tapi katanya masih bakal ada perubahan. Tapi katanya udah ada fix date-nya kira2 sekitar 7 hari sebelum haji," kata Tommy.
Tommy mengatakan setahun sebelum keberangkatannya, agen Retali sebenarnya pernah gagal memberangkatkan jemaah melalui jalur haji furoda. Hal itu yang menyebabkan dirinya sempat khawatir.
Tapi pada 2019 agen tersebut berhasil memberangkatkan jemaah lantaran mengambil kuota haji furoda dari agensi lain yang lebih besar.
Saat itu ia mendapatkan kuota dari agen di Kalimantan. Dari situ ia mengetahui ada sejumlah agensi besar yang bisa akses haji furoda di Indonesia.
"Jadi sebenarnya cuma ada beberapa agensi besar yang mempunyai akses ke haji furoda ini dan kalau saya dapat dari agensi travel kalimantan. Sebenernya tangan kedua. Jadi dia beli dari agensi lain dan Alhamdulillah saat di tahun saya bener," kata Tommy.
Lebih jauh Tommy membeberkan biaya haji yang harus dikeluarkan sekitar US$ 27.000 atau sekitar Rp 386 juta. Angka ini naik dari harga yang ditawarkan sebelumnya sebesar US$ 21.000 karena ia memilih untuk naik pesawat kelas bisnis. P
roses pembayaran dilakukan dua kali, yaitu uang muka US$ 5.000 saat pendaftaran, dan yang kedua saat pelunasan dilakukan sebulan menjelang keberangkatan.
"Saya update ke business class jadi US$ 26.000-27.000 gitu. Kalau gak salah sebulan sebelum berangkat, bayar pelunasan," ujarnya.
Biaya haji tersebut terbilang fantastis bila dibandingkan dengan haji reguler yang pada tahun ini dipatok di Rp 39,8 juta. Adapun waktu antre mendapat giliran berangkat haji reguler ini berkisar belasan hingga puluhan tahun.
Adapun sejumlah syarat yang harus dikumpulkan saat mendaftar haji furoda, menurut Tommy, sangat sederhana. Ia hanya menyerahkan paspor fisik dan pas foto pada pihak agen.
Selama berhaji, Tommy mengaku mendapat fasilitas yang lebih bagus dari fasilitas yang didapat jemaah haji reguler.
"Fasilitasnya bagus. Maktabnya bagus, tahun saya itu 115. Memang lebih bagus lah dari haji yang normal, walaupun yang normal juga sekarang udah enak ya," tuturnya.
Tapi dari semua perbedaan dengan haji reguler atau haji plus, Tommy merasakan sangat diuntungkan dengan haji furoda karena tidak perlu antre hingga lebih dari bertahun-tahun lamanya.
Rombongan yang berangkat pun terbilang kecil, karena kala itu ia berangkat hanya bersama 22 orang jemaah lainnya.
Tommy mengaku bersyukur memilih berangkat haji furoda sebelum adanya pandemi Covid-19. Sebab kini pemerintah Arab Saudi memangkas jumlah kuota hingga hanya satu juta jamaah internasional.
Padahal sebelum pandemi, kuotanya mencapai 221.000 per tahun untuk kuota reguler atau sebanyak 2,5 juta untuk kuota keseluruhan.
Kini kuota jemaah haji dari Indonesia dibatasi menjadi 100.051 orang. Alokasi itu, kata dia, dibagi 92 persen untuk jalur reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
"Alhamdulillah saya berangkat sebelum pandemi. Memang awalnya saya sudah pasrah kalau gak berangkat tahun ini, ya sudahlah melalui reguler aja ONH Plus," ujar Tommy.
Meski banyak kemudahan yang dirasakan, Tommy mewanti-wanti kepada calon jemaah haji yang berkeinginan kuat ikut haji furoda.
Sebab jemaah haji furoda harus siap berhadapan dengan ketidakpastian karena agen pun tidak bisa memastikan keberangkatan jemaah furoda dan kuota dari pemerintah Arab Saudi bisa berubah-ubah.
Selain itu, para agensi saling berebut kuota haji furoda sehingga kemungkinan biaya yang perlu dibayarkan para jemaah semakin tinggi.
"Kalau secara kuota benar (tidak jelas jumlahnya) karena yang mengeluarkan adalah pemerintah Saudi Arabia. Tapi yang benar-benar dapat, kita enggak tahu, ada sikut-sikutan antar-agensi," tutur Tommy.
Ia mencontohkan tak sedikit temannya gagal berangkat haji furoda dan akhirnya hanya mendapat uang ganti rugi. Banyak juga calon jemaah yang gagal berangkat haji karena tertipu agensi palsu yang memberi iming-iming keberangkatan jalur haji furoda.
Oleh sebab itu, Tommy menyarankan calon jemaah menunaikan ibadah haji memilih jalur haji reguler yang disediakan pemerintah melalui Kementerian Agama. Sebab, seluruh data bisa dipantau melalui situs resmi dan kejelasan tahun keberangkatan bisa dipastikan.
Soal lama antrean ini pula, menurut dia, yang membuat peminat jalur haji furoda cukup besar.
"Memang fenomena furoda muncul karena orang disuruh menuggu (antre haji reguler) lebih dari 50 tahun. Itu enggak masuk akal. Jadi furoda ini seperti komoditas," tuturnya.
Tapi karena itu juga, menurut dia, ruang penipuan penyelenggaraan haji furoda oleh agensi palsu jadi semakin lebar. Orang yang tidak sanggup menunggu, rela membayar lebih hingga akhirnya tertipu agensi bodong. "Karena memang penipuan yang mengatasnamakan agama memang sangat gampang," kata Tommy. [qnt]