WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran memberikan perhatian serius terhadap mandeknya proyek pengolah sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Malang Raya.
Mereka menilai kebutuhan bahan baku sampah yang melonjak dua kali lipat, dari semula 1.000 ton menjadi 2.000 ton per hari, justru harus dijadikan momentum mendorong partisipasi aktif masyarakat.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: Sampah Kini Jadi Rebutan, Bahkan Bisa Jadi Bahan Bangun Rumah
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa proyek PSEL tidak boleh dibiarkan terhambat hanya karena keterbatasan pasokan sampah.
“Justru sekarang saatnya mengajak warga untuk lebih sadar memilah, mengumpulkan, dan mendistribusikan sampah agar bisa dimanfaatkan menjadi energi. Sampah jangan lagi dianggap sebagai beban, melainkan potensi ekonomi dan energi,” ujarnya.
Tohom menekankan bahwa paradigma publik harus diubah. Sampah, menurutnya, tidak boleh lagi hanya menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau mencemari lingkungan.
Baca Juga:
Suami Istri Tewas di Desa Bungku, Ini Penjelasan Polisi
Ia mencontohkan bahwa teknologi insinerasi yang tengah dikaji pemerintah Malang Raya bisa menjadi terobosan besar jika disokong dengan ketersediaan bahan baku yang memadai.
“Kalau Malang berhasil, ini akan jadi role model nasional. Bayangkan, sampah yang biasanya jadi masalah bisa diolah jadi listrik untuk rumah tangga dan industri. Ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo-Gibran dalam mendorong kemandirian energi dan keberlanjutan lingkungan,” papar Tohom dengan nada optimis.
Lebih lanjut, Tohom menilai tantangan terbesar proyek ini bukan hanya teknis atau anggaran, tetapi juga mental masyarakat dalam memperlakukan sampah.
“Kita perlu kampanye masif. Kalau satu keluarga mampu menyumbang lebih banyak sampah yang terpilah, maka target 2.000 ton per hari akan tercapai. Jangan lagi berpikir buang selesai urusan. Justru buang sampah adalah langkah awal untuk menghasilkan listrik,” katanya.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan menambahkan, konsep ekonomi sirkular harus menjadi arah kebijakan ke depan.
Menurutnya, proyek PSEL tidak sekadar menyelesaikan persoalan volume sampah, tetapi juga mendukung transisi energi bersih.
“Indonesia butuh proyek seperti ini di banyak daerah. Malang bisa jadi laboratorium hidup untuk membuktikan bahwa pengolahan sampah modern mampu menyatukan kepentingan lingkungan, energi, dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia pun meminta agar pemerintah daerah Malang Raya, universitas, serta komunitas masyarakat membentuk forum bersama agar distribusi dan pengelolaan sampah bisa lebih terintegrasi.
“Kerja sama multipihak adalah kunci. Jangan sampai proyek ini tinggal wacana karena kita kurang kompak,” tutupnya.
Jika terealisasi, PSEL di TPU Supit Urang akan menjadi tonggak baru pengelolaan sampah modern di Jawa Timur, sekaligus menjawab keresahan warga atas tumpukan sampah yang selama ini menjadi persoalan klasik.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]