WahanaNews.co | Dalam upaya mengendalikan inflasi, Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) melakukan rapat koordinasi terbatas dengan para kepala daerah.
Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Perry Warjiyo, dan para gubernur, bupati dan walikota.
Baca Juga:
Kontroversi Calon Ketum Golkar: Agung Laksono Tegaskan Bahlil Bukan 'Titipan Istana'
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan, di bulan Agustus 2022, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,21% secara bulanan (month to month/mtm).
Secara tahunan, inflasi Indonesia mencapai 4,69% (year on year/yoy), turun dibandingkan bulan Juli 2022 yang mencapai 4,94% (yoy).
Baca Juga:
soal Isu Disepakati Jadi Plt Ketum Golkar, Agus Gumiwang Buka Suara
Airlangga mengklaim, penurunan inflasi tersebut, merupakan upaya ekstra dari pemerintah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjaga stabilitas harga dan capaian inflasi 2022, pada rentang 2% hingga 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Airlangga bilang, tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) dan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) akan terus diperkuat untuk menjaga kestabilan harga pangan.
Langkah ini akhirnya berhasil untuk menurunkan menjaga stabilitas harga pangan, tercermin dari inflasi volatile food yang turun 8,93% (yoy) dari yang sebelumnya pada Juli 2022 mencapai 11,47% (yoy).
"Tercermin dari inflasi volatile food yang sudah mengalami deflasi sebesar 2,9% month to month (bulanan) dan 8,93% year on year (tahunan). Angka ini perlu diturunkan kembali," jelas Airlangga dalam konferensi pers, Kamis (1/9/2022).
Penurunan volatile food tersebut kata Airlangga juga tak lepas dari panen yang merata di seluruh di Indonesia, termasuk penurunan komoditas bawang merah. Kendati demikian, pemerintah menekankan, kepada daerah yang inflasinya masih di atas level nasional, harus secara cermat dan berupaya ekstra untuk terus menurunkannya ke dalam rentang maksimal 5% pada bulan-bulan ke depan.
Adapun terdapat 8 arahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, diantaranya melakukan perluasan kerjasama daerah, terutama untuk daerah surplus atau defisit untuk menjaga ketersediaan supply komoditas.
Kedua, melakukan operasi pasar untuk memastikan keterjangkauan harga dengan melibatkan berbagai stakeholder. Ketiga, melakukan pemanfaatan platform perdagangan digital untuk memperlancar distribusi. Keempat, pemberian subsidi ongkos angkut sebagai dukungan untuk memperlancar distribusi.
"Ini bisa dilakukan oleh kepala daerah masing masing dan kemudian percepatan inflasi tanaman pangan di pekarangan masing masing misalnya cabai untuk antisipasi permintaan yg tinggi terutama menuju akhir tahun," jelas Airlangga.
Arahan pemerintah kepada pemerintah daerah yang kelima yakni, daerah diminta untuk membuat neraca komoditas pangan strategi untuk 10 komoditas strategi di wilayah masing-masing.
Keenam, penggunaan belanja tidak terduga pada APBD masing-masing untuk mengendalikan inflasi sesuai surat edaran Menteri Dalam Negeri, yakni dengan mengoptimalisasi Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD), antara lain Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tematik ketahanan pangan.
"DTU dari DBH dan DAU 2% untuk meredam harga pangan dan bisa memberikan bantuan sosial dukungan transportasi," jelas Airlangga.
Ketujuh, lanjut dia, TPIP dan TPID dengan gerakan nasional inflasi pangan agar mempercepat stabilisasi harga.
Pemerintah juga meminta kepada daerah yang inflasinya masih di atas level nasional, untuk segera menurunkannya hingga 5% dalam bulan-bulan ke depan.
"Bapak ibu gubernur, bupati dan walikota, tentunya angka di atas nasional, diminta dapat turunkan inflasi dalam bulan-bulan ke depan di bawah 5%," tutur Airlangga.
Pemerintah mencatat, secara spasial terdapat 66 kabupaten dan kota yang inflasinya masih di atas nasional. Sementara 27 provinsi inflasinya masih di atas level nasional.
Pada Agustus 2022, Jambi terjadi deflasi, bulanan namun secara tahunan inflasinya masih 7,7%, Sumatera Barat 7,1%, Riau 5,8%, Bangka Belitung 6,47%, Aceh 6,33%. Sumatera Selatan 5,45%, dan Kalimantan Tengah 6,94%. [rin]