WahanaNews.co | Sebanyak 44 kepala keluarga warga kolong Tol Angke telah sebulan lebih tinggal di Rusun Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.
Proses relokasi warga ini pun tak tanggung-tanggung dengan melibatkan empat kementerian terkait.
Baca Juga:
Sukses Dukung Dekarbonisasi Atas Penjualan 273 Ton CO2e, ALPERKLINAS Harap PLN IP Cari Pembiayaan yang Low Cost
Mulai dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Kementerian Sosial (Kemensos).
Bagaimana tanggapan mereka setelah sebulan lebih tinggal di Rusun Rawa Buaya?
Berikut ini tanggapan sejumlah warga relokasi kolong yang dijumpai WahanaNews,co di Rusun Rawa Buaya pada Jumat (3/1/2024).
Baca Juga:
Lagu Kolaborasi Lady Gaga dan Bruno Mars Puncaki Billboard Hot 100
Arian Aditya (22), yang tinggal di Tower D, Lantai 3, Nomor 11 mengungkapkan bahwa dirinya bersama istri dan dua anaknya sangat nyaman tinggal di Rusun Rawa Buaya.
Arian yang sejak berumur 1 tahun tinggal di kolong Jembatan Jelambar Baru sangat bersyukur bisa saat ini tinggal aman dan nyaman di rusun berkat bantuan dari presiden melalui kementerian terkait.
“Ya dibilang nyaman, ya nyaman. Ya namanya bantuan dari presiden Pak,” ujar Arian yang tinggal juga bersama mertuanya di rusun.
Tinggal sebulan lebih, ia mengeluhkan soal biaya hidup sehari-hari tinggal di rusun. Bekerja sebagai juru parkir di seputaran Tol Angke dirasa tidak cukup untuk menafkahi istri dan dua anaknya.
“Saya kan kerjanya jaga parkir. Ya paling sehari dapat 30 ribu, paling banyak 40 ribu. Itu untuk biaya orang di rumah,” ujarnya.
Arian yang tidak lulus SD itu meminta pemerintah melalui instansi terkait untuk melakukan pendampingan agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya.
“Waktu itu sudah pernah dikumpulkan untuk diajukan pekerjaan, tapi kan ijazah SD saya kan tidak ada. Nah waktu itu, dibilang tunggu informasi selanjutnya, sampai hari ini belum ada,” ungkap Arian.
Ia juga mengeluhkan soal pendidikan anak-anak. Sampai sekarang, anak pertamanya yang TK masih ikut di daerah seputaran Tol Angke.
“Saya setiap pagi harus mengantar anak pertama saya untuk TK di sana. Saya pulang pergi naik angkot,” tambahnya.
Untuk mencari tambahan pemasukan, saat ini Arian bersedia menerima pekerjaan freelance, pekerjaan apa saja yang positif untuk menambah biaya kebutuhan keluarga.
Arian tak lupa juga untuk berterima kasih atas bantuan yang ia terima dari pemerintah sampai saat ini termasuk bantuan pengurusan KTP dan KK tanpa dipungut biaya.
Djuhaedi, warga Tol Angke yang sudah sebulan tinggal di Rusun Rawa Buaya. (Foto: WahanaNews/Tio)
“Terakhir dapat bantuan baksos Natal dari kementerian PKP,” tambahnya.
Arian saat ini hanya mampu menafkahi istrinya Nurul Fatimah (24) dan dua anaknya, Muhammad Sultan Rafatah (5), dan Muhammad Rasya Adity (2) dari pekerjaannya sebagai juru parkir.
Senada juga diungkap Djuhaedi (60) yang tinggal di Tower D, Lantai 3, Nomor 12.
Djuhaedi yang sehari-harinya memulung itu sangat khawatir melihat kondisi keuangannya dalam beberapa bulan ke depan.
“Selama ini saya memulung. Setelah tinggal di sini saya tidak mulung lagi. Biaya sehari-hari di sini dari dua anaknya yang kerja mulung juga,” kata Djuhaedi.
Ia mengaku hingga saat ini kebutuhan sehari-hari masih ada dari bantuan-bantuan. Jika persediaan sudah mulai habis, bisa-bisa ia kembali memulung lagi.
Oleh karena itu, Djuhaedi meminta pemerintah melalui dinas terkait memberikan kesempatan bagi dirinya untuk berdagang di seputaran pasar rusun.
“Kalau bisa saya mau dagang, di kasi kompor, termos, saya siap dagang, ada pasar dekat sini. Kalau dagang kan harus ada modal. Pengelola rusun pernah mengumpulkan warga kolong untuk usaha gitu, tapi sampai sekarang belum ada kelanjutannya,” ungkapnya.
Djuhaedi saat ini tinggal bersama kedua anaknya di Rusun Rawa Buaya. Istrinya telah meninggal beberapa tahun lalu.
[Redaktur: Zahara Sitio]