WahanaNews.co | Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa diminta memberi kemudahan bagi penghayat kepercayaan untuk mendaftar sebagai prajurit.
Permintaan itu menyusul keputusan Andika yang mengizinkan keturunan mantan anggota PKI untuk mendaftar TNI.
Baca Juga:
7 Tanda Pasangan Sudah Tak Percaya Padamu
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan berdasarkan catatan pihaknya, keturunan kelompok penghayat mengalami hambatan dan diskriminasi ketika hendak melakukan pendaftaran melalui formulir online.
Hal itu, kata dia, lantaran formulir pendaftaran tidak ada kolom agama dan keyakinan untuk penghayat.
"Sehingga kalaupun mereka bersikeras ingin menjadi prajurit TNI, mereka harus memilih agama dan keyakinan lain. Padahal di institusi pemerintah lain dan dan juga kepolisian hambatan semacam itu tidak ditemukan," kata Bonar dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Baca Juga:
Survei Terbaru: Dinilai Berani Sikat Oknum Internal, Kejagung Raih Kepercayaan Publik Tinggi
Ia mengatakan ketiadaan kolom bagi kelompok penghayat dalam formulir online untuk menjadi prajurit TNI, bertentangan dengan UU Adminduk No. 24 Tahun 2013 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi November 2017.
Menurutnya, aturan itu menyatakan warga negara berhak untuk mengisi kolom agama dan KTP sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
"Hendaknya Panglima TNI mengambil langkah perbaikan agar kelompok penghayat memiliki peluang dan kesempatan yang sama sebagai warganegara untuk menjadi prajurit TNI," katanya.
Di sisi lain, ia juga mengatakan keputusan Andika yang mengizinkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI, patut diberikan acungan jempol dan mendapat apresiasi tinggi.
Peristiwa 1965, kata dia, sudah terjadi lebih dari 50 tahun dan keturunan PKI dan simpatisannya saat ini merupakan generasi ketiga (cucu) dan keempat (cicit).
"Adalah tindakan yang irasional dan diluar perikemanusiaan apabila mereka tetap menanggung 'dosa turunan' dan diperlakukan tidak setara sebagai warganegara. Sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah masa lalu," katanya.
Ia berharap keputusan Andika itu menjadi terobosan baru bagi dalam melakukan refleksi dan rekonsiliasi terhadap peristiwa 1965. Bonar mengatakan sudah saatnya mata rantai stigma dan banalitas diakhiri.
"Termasuk juga upaya untuk menjadikan peristiwa 1965 sebagai komoditi kelompok tertentu untuk menyudutkan kompetitor politiknya," katanya.
Andika sebelumnya mengizinkan keturunan mantan anggota PKI mendaftar dalam proses seleksi penerimaan prajurit TNI
Hal itu disampaikan Andika dalam rapat penerimaandia, prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI) Tahun Anggaran 2022 yang diunggah di akun YouTube Andika, Rabu (30/3).
Dalam rapat, Andika mempermasalahkan penggunaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XXV/MPRS/1966 (Tap MPRS 25) dalam penerimaan anggota TNI.
Ia mempertanyakan alasan TNI menggunakan peraturan itu untuk melarang keturunan anggota PKI menjadi prajurit.
"Ini adalah dasar hukum, ini legal, tapi tadi yang dilarang itu PKI. Kedua adalah ajaran komunisme marxisme, leninisme. Itu yang tertulis. Keturunan ini apa dasar hukum, apa yang dilanggar sama dia," kata Andika. [tum]