WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memimpin Upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke-80 di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Melalui siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden, tampak Presiden hadir dengan balutan busana adat Betawi, khas DKI Jakarta.
Baca Juga:
‘Tabola Bale’ Meriahkan Istana, Presiden Prabowo Ikut Bergoyang di HUT ke-80 RI
Penampilannya sederhana namun sarat makna, menggabungkan nilai tradisi lokal dengan nuansa elegan yang merefleksikan jiwa kebangsaan.
Prabowo mengenakan baju sadariah putih, pakaian tradisional pria Betawi yang melambangkan kesahajaan.
Busana itu dipadukan dengan celana komprang longgar, menghadirkan kesan luwes yang merepresentasikan sifat egaliter dan keterbukaan masyarakat Betawi.
Baca Juga:
Prabowo Dorong Cetak Talenta Digital Unggul untuk Kuasai AI
Di bagian pinggang, terikat kain batik Betawi bercorak cerah, sementara peci hitam mempertegas identitas nasional.
Penampilan Presiden semakin lengkap dengan kalung melati, simbol ketulusan, kesederhanaan, sekaligus penghormatan pada akar budaya Nusantara.
Rangkaian busana tersebut bukan hanya menonjolkan identitas kultural Betawi, tetapi juga menyampaikan pesan kuat tentang persatuan dalam keberagaman.
Kehadiran Presiden sekaligus mengingatkan bahwa kepemimpinan sejati harus dilandasi kesederhanaan, keterbukaan, dan ketulusan di bawah naungan Merah Putih.
Sementara itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka hadir dengan pakaian adat Gayo asal Aceh Tengah yang berkesan berwibawa, meneguhkan makna kebhinekaan.
Gibran mengenakan baju kerawang Gayo hitam bersulam emas, yang melambangkan kebesaran, keberanian, serta semangat juang rakyat Aceh.
Motif sulaman emas itu sarat filosofi tentang keadilan, kebersamaan, dan ketaatan pada nilai adat.
Penampilannya makin khas dengan ikat kepala Gayo, bulang teleng, simbol kepemimpinan, kehormatan, dan kebijaksanaan.
Perpaduan ini mencerminkan semangat gotong royong dan kearifan lokal sebagai pilar persatuan bangsa.
Pemilihan busana adat Gayo oleh Wapres tidak sebatas seremoni, melainkan penghormatan kepada budaya Aceh Tengah sekaligus pengingat bahwa kemerdekaan adalah milik seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]