WahanaNews.co |
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta agar PT Perusahaan Listrik
Negara atau PLN (Persero) memberikan keringan pembayaran listrik untuk masyarakat
miskin di Indonesia.
"Kami meminta kebijakan
PLN untuk memberi keringanan sanksi bagi masyarakat kelas bawah ini, seperti
tunggakan, karena ekonomi mereka juga belum pulih," kata LaNyalla, dalam
keterangannya di Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Diberitakan, pemerintah
memutuskan menghentikan stimulus diskon listrik selama masa pandemi Covid-19
pada Juli mendatang.
Kebijakan menghentikan diskon
listrik ini berkaca dari kondisi perekonomian masyarakat yang mulai pulih di
banyak daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), meskipun mengalami kontraksi, pertumbuhan ekonomi triwulan I
2021 tercatat minus 0,74 persen secara tahunan (yoy), membaik dibandingkan
pertumbuhan triwulan IV 2020 sebesar minus 2,19 persen.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan melihat tren
pertumbuhan ekonomi sejak akhir tahun lalu hingga tiga bulan pertama 2021,
pemerintah lantas menetapkan untuk menghentikan stimulus listrik.
Pada kuartal I 2021, stimulus
diskon tarif listrik diberikan sebesar 100 persen untuk pelanggan 450 VA, dan
50 persen untuk pelanggan 900 VA subsidi.
Besaran diskon kemudian
dipangkas pada kuartal II 2021, sehingga bagi pelanggan 450 VA menjadi sebesar
50 persen, dan pelanggan 900 VA menjadi 25 persen.
LaNyalla menilai, penghentian
stimulus diskon listrik akan semakin memberatkan masyarakat kecil.
Namun, di sisi lain, dia
menyadari beban pemerintah juga semakin tinggi.
Lebih lanjut, senator asal
Jawa Timur itu meminta PLN memberi keringanan kepada para pelaku usaha yang
kesulitan membayar tagihan listrik akibat imbas pandemi Covid-19.
"Jika memang ada tunggakan,
jangan langsung diputus. PLN perlu membantu mencari solusi, misalnya tunggakan
bisa dicicil melalui kesepakatan kedua belah pihak," kata LaNyalla.
Mantan Ketua Umum PSSI itu
mengatakan bahwa kondisi pandemi tidak bisa disamakan dengan keadaan biasa,
sehingga diperlukan kebijakan turunan.
Menurutnya,
tunggakan-tunggakan listrik patut diduga terjadi karena pelanggan sedang
mengalami masalah perekonomian.
"Atau, bisa jadi, karena
mereka adalah masyarakat miskin atau pelaku usaha yang sedang kesulitan,
sehingga PLN perlu memiliki opsi lain agar masyarakat miskin terbantu mengatasi
permasalahannya," kata LaNyalla.
Masyarakat berpenghasilan
rendah akan semakin sulit apabila PLN melakukan pemutusan listrik, karena
mereka harus dikenakan biaya lagi untuk pemasangan listrik baru.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017,
pelanggan yang menunggak pembayaran selama 30 hari akan mengalami pemutusan
aliran listrik secara sementara.
Jika dalam 60 hari tidak
dibayar, maka PLN berhak melakukan pembongkaran instalasi sambungan listrik.
"Hal tersebut akan sangat
memberatkan, terutama bagi warga yang pendapatannya mengandalkan pemasukan
harian. Saya berharap, PLN menerapkan kebijakan humanis apabila menemukan
persoalan seperti ini," kata LaNyalla. [qnt]