WAHANANEWS.CO, Jakarta - Program Badan Modal Masjid (BMM) dan Masjid Berdaya Berdampak (MADADA) yang digagas melalui kolaborasi Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) terus menunjukkan hasil nyata dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2022, inisiatif ini telah menjangkau 172 masjid di berbagai provinsi, dengan rata-rata 50 penerima manfaat di setiap masjid.
Baca Juga:
Labuhanbatu Kirim 17 Mahasiswa ke Universitas Al-Azhar Kairo
Secara keseluruhan, sekitar 8.600 mustahik kini menikmati akses modal usaha tanpa bunga untuk mengembangkan usahanya.
Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS RI, M. Imdadun Rahmat, menjelaskan bahwa skema BMM–MADADA merupakan bentuk nyata upaya menghadirkan keadilan ekonomi berbasis masjid.
Melalui program ini, setiap masjid mendapatkan dana awal sebesar Rp150 juta yang kemudian disalurkan kepada para penerima manfaat dalam bentuk pinjaman bergulir tanpa bunga, rata-rata senilai Rp3 juta per orang.
Baca Juga:
Lantik Pimpinan BAZNAS Periode 2025-2030, Gubernur Al Haris Dorong Pengelolaan Zakat Yang Baik Untuk Kesejahteraan Masyarakat
“Program ini lahir dari semangat memutus mata rantai utang tidak sehat, sekaligus menghadirkan pembiayaan mikro syariah yang adil dan memberdayakan,” ujarnya.
Menurut Imdadun, banyak masyarakat kecil masih terjebak pada sistem pinjaman berbunga tinggi, baik dari rentenir maupun pinjaman daring.
Karena itu, keberadaan BMM menjadi solusi alternatif yang menekankan nilai kepercayaan sosial, prinsip keadilan Islam, dan keberlanjutan ekonomi umat.
“Ada pedagang kecil yang hanya butuh Rp3 juta, tapi karena terjerat bunga, hutangnya bisa berlipat hingga Rp15 juta. Di sinilah BMM bekerja, memberi akses modal tanpa riba agar ekonomi umat tumbuh sehat,” jelasnya.
Ia menambahkan, masjid memiliki potensi besar sebagai pusat aktivitas sosial-ekonomi, bukan sekadar tempat ibadah.
Sejak masa Rasulullah SAW, masjid telah menjadi pusat dakwah, pendidikan, dan pengelolaan baitul mal.
“Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas umat. Semangat itu yang kita hidupkan kembali melalui BMM–MADADA agar masjid benar-benar menjadi poros pemberdayaan umat,” tuturnya.
Imdadun juga menegaskan pentingnya sinergi kelembagaan antara BAZNAS dan Kemenag dalam menjalankan program ini.
Kemenag, kata dia, berperan sebagai pendamping dan penguat tata kelola kelembagaan masjid agar pengelolaan dana umat semakin profesional dan akuntabel.
“Kemenag lembaga struktural, BAZNAS lembaga non-struktural. Maka yang non-struktural ini harus bersandar pada yang struktural. Ini kemitraan yang memperkuat profesionalitas dan akuntabilitas pengelolaan dana umat,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa Kemenag berkomitmen untuk memperluas implementasi program MADADA di berbagai daerah di Indonesia.
Targetnya, setiap provinsi memiliki minimal satu masjid inovatif yang mampu menjadi pusat dakwah, literasi keagamaan, sekaligus pemberdayaan ekonomi umat.
“Kita ingin masjid menjadi ruang yang hidup, produktif, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Lebih jauh, Arsad menjelaskan bahwa peran Kemenag dalam program ini tidak sekadar administratif.
Kemenag juga aktif melakukan pendampingan peningkatan kapasitas takmir masjid, meliputi aspek manajemen kelembagaan, transparansi keuangan, hingga tata kelola berbasis akuntabilitas publik.
“Kami ingin memastikan setiap rupiah dana umat dikelola secara amanah, transparan, dan memberi manfaat berkelanjutan bagi jamaah,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengembangan MADADA ke depan akan melibatkan mitra strategis lintas sektor, termasuk BNPT, pemerintah daerah, dan sektor swasta.
Kolaborasi ini diharapkan memperkuat aspek moderasi beragama, ketahanan sosial, serta memperluas dampak ekonomi berbasis masjid.
“Masjid harus menjadi episentrum harmoni sosial dan ketahanan ekonomi. Karena itu, kolaborasi lintas lembaga menjadi sangat penting agar dampaknya semakin luas,” katanya.
Arsad menilai, program BMM–MADADA telah terbukti memperkuat peran masjid dalam menyeimbangkan fungsi spiritual dan sosial-ekonomi.
Banyak masjid penerima program kini mampu menumbuhkan usaha kecil jamaah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Inilah wujud nyata Islam rahmatan lil ‘alamin dalam konteks pembangunan umat,” ujar Arsad.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya menjadikan masjid sebagai model inovasi sosial yang berkelanjutan.
“Kita tidak hanya membangun masjid yang megah, tetapi juga masjid yang berdaya, yang mampu menciptakan peluang, memperkuat solidaritas, dan menumbuhkan ekonomi jemaah. Inilah arah dakwah pembangunan yang kini kita dorong bersama BAZNAS,” pungkasnya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]