WahanaNews.co | Laode M Syarif, Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyebut ada pihak yang merayu keluarga korban-korban tragedi Kanjuruhan untuk menolak autopsi.
Hal itu dikatakannya terkait rencana penggalian kuburan atau ekhumasi pada Sabtu (5/10), yang merupakan rangkaian dalam agenda autopsi.
Baca Juga:
Ingat Suporter Mengerang di Kanjuruhan, Panpel Arema FC Menangis
Laode menyebut dua jenazah dengan jenis kelamin perempuan tersebut berasal dari keluarga yang sama. Proses ekshumasi akan dilakukan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Pathuk RT 28/RW 8 Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
"Tanggal 5 November jam 09.00 WIB pagi, ada dua nama yang akan diautopsi. Kami sangat berterima kasih terhadap keluarga yang rela untuk membantu tim kepolisian untuk autopsi. Kami juga berterima kasih kepada penyidik Polda Jatim yang akan mengautopsi ini," kata Laode, di Jakarta Pusat, Sabtu (29/10).
Nantinya, autopsi akan dilakukan Polda Jatim dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia dan dokter dari tim kepolisian di Malang dan Jawa Timur. TGIPF juga akan ikut mendampingi proses ini sesuai dengan permintaan keluarga korban.
Baca Juga:
Sidang Kanjuruhan, Ahli: Gas Air Mata Tak Bisa Dideteksi di Jenazah
Laode mengaku mendapatkan pengakuan dari sejumlah keluarga korban yang awalnya sepakat untuk menyetujui autopsi pada korban, namun terdapat rayuan dari sejumlah pihak tertentu untuk tidak melanjutkan proses autopsi.
"Banyak yang datang bawa bingkisan, bahkan diceramahin bahwa 'dia sudah tenang di alam sana, ngapain kita menggali lagi kuburnya', seperti itu," ucapnya, tanpa merinci pihak yang merayu itu.
"Sehingga menjadi merasa tertekan dan akhirnya disuruh bikin surat pernyataan untuk tidak ingin lagi autopsi dan sebenarnya mereka merasa tidak nyaman," lanjut mantan Wakil Ketua KPK itu.
Laode kemudian meminta aparat kepolisian lebih serius dalam melakukan proses ekshumasi dan autopsi untuk menemukan titik terang penyebab kematian pada korban Kanjuruhan ini. Ia menyebut, sudah sewajarnya polisi bergerak berdasarkan metode scientific crime investigation.
"Polisi harus menggunakan segala cara yang ada untuk menginvestigasi itu, harusnya. Tapi kenapa seperti ada keengganan," ujar Laode.
Dalam tragedi ini, polisi tetap melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi meskipun berkas perkara enam tersangka sudah dilimpahkan pada tahap pertama ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Berkas pertama yakni tersangka Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, berkas kedua Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno.
Lalu ada tiga berkas perkara tersangka dari unsur kepolisian yaitu Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hans Darmawan, Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Para tersangka dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) Jo Pasal 52 UU Keolahragaan.
Adapun tragedi Kanjuruhan ini menewaskan 135 orang dan membuat lebih dari 400 lainnya luka-luka. Komnas HAM menyebut faktor penyebab terjadinya tragedi ini karena gas air mata yang ditembakkan aparat ke arah tribun penonton stadion Kanjuruhan. [tum]