WahanaNews.co | Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mendesak pemerintah agar menggencarkan edukasi terkait African Swine Fever (ASF) atau virus demam babi Afrika. Sebab masih banyak masyarakat yang belum mengetahui virus tersebut.
“Edukasi ke masyarakat terkait virus demam babi Afrika ini masih belum banyak dilakukan, padahal kasus yang terjadi di Luwu Timur dan daerah lain telah menyebabkan belasan ribu ternak babi mati,” kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/5/2023).
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Hadapi Mobilitas Masyarakat Saat Nataru 2025
Menurut Netty, virus ASF belum ditemukan menular ke manusia, namun sangat menular pada babi hingga dapat menyebabkan kematian 100 persen pada komunitas ternak yang terjangkiti.
“Virus dapat bertahan lama pada babi yang sudah mati atau di lingkungan. Ternak sehat yang memakan sisa-sisa makanan bercampur daging babi terinfeksi ASF akan langsung terpapar,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Kejadian di Luwu Timur di mana belasan ribu ternak babi mati setelah diberi sisa makanan, kata Netty, menunjukan bahwa masyarakat belum paham ciri-ciri daging yang terinfeksi.
Baca Juga:
Pj Bupati Abdya Sunawardi Hadiri Rapat Kerja dan Dengar Pendapat DPR RI
“Ciri-ciri daging terinfeksi, gejala ternak yang terpapar dan bagaimana penanganan awal yang cepat harus disosialisasikan oleh pemerintah pada masyarakat di daerah dengan tingkat konsumsi daging babi tinggi,” ujar Netty.
Netty juga meminta Kementerian atau lembaga pemerintah terkait agar saling bersinergi dan berkoordinasi guna memperbaiki tata kelola kesehatan hewan di Indonesia.
“Imbas ekonomi virus ASF ini cukup besar karena dapat menghentikan ekspor babi. Contohnya Singapura yang langsung menyetop impor babi dari Indonesia setelah ditemukan virus ASF pada babi di Pulau Bulan,” ucapnya.
“Temuan virus ASF ini sangat memprihatinkan mengingat Pulau Bulan, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai kompartemen bebas ASF dengan Keputusan Menteri Pertanian tahun 2021. Jadi, jangan anggap enteng kalau kita tidak ingin kecolongan lagi,” lanjut Netty.
Oleh sebab itu, Netty meminta kasus tersebut jadi momentum perbaikan tata kelola kesehatan pada hewan di Indonesia. “Jangan sampai kelalaian kita menyebabkan potensi peternakan kita sebagai penyumbang pendapatan negara terganggu,” tandas Netty. [sdy]