Namun sisi positif dari adanya KRIS, Agus menyebut akan semakin terlihat esensi dari gotong royong program JKN ini. Dimana takkan ada perbedaan mana peserta yang berasal dari kalangan berada atau kurang berada.
Hanya saja gotong royong yang semakin jelas ini harus diikuti dengan standarisasi pelayanan bagi pasien BPJS Kesehatan.
Baca Juga:
Pakta Konsumen Menilai Rencana Aturan Kemasan Rokok Polos Tidak Tepat Diterapkan
"Sisi positifnya adalah ini bisa menjadi kegotong royongan yang jelas tapi dengan catatan yang distandarisasi bukan hanya kelas rawat inapnya atau infrastrukturnya tapi juga layanannya," ujarnya.
Dikutip dari keterangan resmi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), sebagai upaya untuk membangun ekosistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sehat, berkesinambungan, dan berkeadilan, pemerintah membuat agenda reformasi ekosistem JKN salah satunya penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) JKN.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tono Rustiano menyebutkan, penerapan KRIS JKN bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas di Program JKN.
Baca Juga:
MPW Pemuda Pancasila Riau-BPJS Ketenagakerjaan Gelar Sosialisasi Jaminan Sosial Pekerja Informal
Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 (4) yang menyatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di Rumah Sakit maka diberikan berdasarkan “kelas standar”.
Hal ini bertujuan untuk mewujudkan ekutias dalam program JKN. Prinsip ekuitas artinya kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya.
"Kriteria yang disusun untuk penerapan KRIS JKN ini bukanlah kriteria baru melainkan diambil dari kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, yaitu berupa Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit-Ruang Rawat Inap, Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit." tuturnya.