Sejak mengemban tugas sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA, ia telah berkomunikasi langsung dengan Presiden WADA, Witold Banka; dan Dirjen WADA, Olivier Niggli.
"Untuk miskomunikasi, ternyata selama ini komunikasi itu salah. Email-email yang ditujukan kepada saya itu salah email-nya, bukan ke email saya. Saya jelaskan, berdiplomasi, sehingga mereka juga paham bahwa ada miskomunikasi," jelas Okto.
Baca Juga:
Jelang Peringatan HUT ke-79 RI, Pemerintah Keluarkan Aturan dan Larangan Memasang Bendera Merah Putih
"Masalah administratif, memang perlu beberapa penyesuaian yang harus dilakukan, sehingga kita memiliki badan anti-doping, profesional, dan modern. Tidak boleh ada konflik kepentingan, tidak boleh ada orang yang ikut di organisasi olahraga dan pemerintah [sekaligus]. Sebetulnya, enggak boleh," tambahnya.
Terkait administrasi, Okto mengatakan bahwa ada 24 Pending Matters (hal-hal yang mesti dipenuhi).
Yang agak sulit adalah masalah hukum karena pada Undang-Undang di Indonesia, badan anti-doping itu milik pemerintah.
Baca Juga:
Pencanangan Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih, Pemprov Papua Barat Daya Bagikan Bendera kepada Masyarakat Pulau Doom
Sementara di aturan internasional, badan anti-doping harus lembaga independen mandiri.
"Itu sudah kami komunikasikan ke DPR. DPR setuju, pemerintah setuju, untuk membuat badan anti-doping yang independen mandiri baik secara keputusan maupun keuangan," jelas Okto.
Untuk perkara teknis, Okto mengeklaim sudah beres. Tes-tes yang seharusnya dilakukan telah selesai dilakukan.