WahanaNews.co | Pemain asing Arema FC asal Guinea Bissau Abel Camara menceritakan pengalaman pilu dalam tragedi Kanjuruhan yang terjadi usai laga Singo Edan menjamu Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10) malam.
Tragedi Kanjuruhan yang merupakan sejarah kelam dalam sepak bola Indonesia mungkin tak akan bisa dilupakan selamanya oleh Camara.
Baca Juga:
Menpora Harap Arema FC Tidak Bubar
Pemain asing yang baru menjalani musim debut di Indonesia tersebut menyaksikan sendiri bagaimana suporter mengembuskan napas terakhir di ruang ganti Stadion Kanjuruhan.
"Ini adalah derby yang sudah lama dan dalam pekan-pekan ini sudah terasa di sekitar kota bahwa itu adalah pertandingan yang lebih dari sekadar tiga poin. Mereka bilang ini adalah pertandingan hidup atau mati, kita bisa kalah tetapi tidak di laga ini," ujar Camara menuturkan situasi panas Arema FC vs Persebaya sebelum laga.
Sejurus kemudian Camara menjelaskan kepada Maisfutebol mengenai situasi mengenaskan yang terjadi di ruang ganti.
Baca Juga:
Soal Perusakan Kantor Klub, Manajer Arema FC: Diluar Nalar
"Setelah kami kalah, kami meminta maaf kepada fans. Mereka mulai menaiki pagar, kami lantas menuju ruang ganti."
"Dari situ kami mulai mendengar tembakan, dorongan. Ada orang-orang di dalam ruang ganti yang terkena gas air mata dan meninggal tepat di depan kami. Ada tujuh atau delapan orang yang terbunuh di ruang ganti," Camara mengisahkan.
Para pemain Arema FC tak bisa keluar begitu saja dari ruang ganti. Menurut Camara, ia dan rekan-rekannya harus menunggu hingga empat jam sebelum pihak keamanan mensterilkan situasi.
"Saat kami pergi, ketika situasi lebih tenang, ada darah, sepatu, baju di semua bagian stadion. Saat kami meninggalkan stadion di dalam bus, ada mobil sipil dan polisi yang terbakar, tetapi perjalanan kami mulus ke tempat latihan, kami mengambil mobil dan pulang," terang Camara. [gun]