"Di situ juga begitu. Dia hubungi pendamping dan lain sebagainya juga tidak ada secara langsung, tidak datang ke situ, dia juga khawatir di soal itu," tuturnya.
Anam menyebut akhirnya Athok bersama keluarganya menggelar rapat mengambil keputusan pada tanggal 17 Oktober. Hasilnya, mereka menolak dilakukan autopsi.
Baca Juga:
Ingat Suporter Mengerang di Kanjuruhan, Panpel Arema FC Menangis
Anam menilai bahwa autopsi harusnya bisa dilakukan jika Athok didampingi, sehingga tidak membuat keluarga korban khawatir.
"Kita tegaskan kalau seandainya ada pendamping, apakah ketika polisi datang berapa pun jumlah polisinya itu membuat dia khawatir enggak? Enggak. Jadi problemnya ini soal bagaimana membuat pak Athok nyaman," katanya.
"Kondisi keluarga yang sedang trauma, sedang berduka yang sangat mendalam, terus didatangi polisi yang mengagetkan dia. Ya itu yang membuat dia khawatir. Seandainya ada pendamping katanya dia, ya itu kekhawatiran itu enggak akan ada, tapi itu tidak pernah terjadi," imbuhnya.
Baca Juga:
Sidang Kanjuruhan, Ahli: Gas Air Mata Tak Bisa Dideteksi di Jenazah
Diketahui, 134 orang meninggal dunia dan lebih dari 500 orang luka-luka dalam tragedi itu.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Kemudian tiga tersangka lain, yaitu Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman. [afs]