Oleh IGNATIUS HARYANTO
Baca Juga:
Ketua PWI Subulussalam Sebut Peran Pers Pilkada, Mengedukasi Pemulih dan Cegah Berita Hoax
MENGONSUMSI media sosial hari ini adalah suatu keniscayaan.
Aneka nilai dari media sosial juga berseliweran dalam media sosial: ada yang menginsipirasi, ada yang hanya menyajikan kekonyolan-kekonyolan, ada yang menghibur, dan lain-lain.
Baca Juga:
Foto-Video Mesra Khenoki Waruwu dan Kadis Pariwisata Beredar di Medsos, Plt. Bupati Nias Barat: Memalukan!
Dari sekian banyak konten yang ada dalam media sosial, khususnya Instagram, penulis tertarik dengan konten-konten yang dihasilkan dari China, berupa video-video pendek yang memberikan pesan untuk menghormati keutamaan umat manusia.
Konten yang penulis maksud adalah video-video dalam durasi 2-5 menit dengan aneka bintang utama.
Sebagian besar pemainnya adalah anak-anak muda, berparas cantik, ganteng, dengan banyak cerita yang dihadirkan.
Keutamaan yang ditonjolkan dalam video-video itu menyangkut soal nilai menghormati orangtua, menghargai teman lama, tak menilai seseorang dari tampilan luar semata, tidak sombong bahkan kepada mereka yang kurang beruntung, dan lain-lain.
Beberapa contoh akunnya adalah @Moxiexiaoye.my, @Lu_xiaojuan.id, @Daweimawei.id, dan sebagainya.
Salah satu contoh video jenis ini misalnya menggambarkan bagaimana reuni sekolah yang dilakukan oleh anak-anak muda dalam level karier madya.
Seorang dari mereka menyombongkan dirinya karena menggunakan mobil yang mahal, pakaian mewah, serta aksesori yang tampak mahal.
Ia ingin memamerkan kesuksesannya di hadapan teman sekolahnya.
Ada seorang teman sekolah yang datang ke reuni tersebut tetapi dengan penampilan yang sangat biasa.
Si sombong lalu mulai merundung teman yang biasa-biasa ini, dan banyak teman lain turut merundungnya.
Setelah melewati situasi konflik tertentu, si sombong baru tahu temannya yang tampak biasa saja itu ternyata pangkat dan kedudukannya lebih tinggi darinya.
Kali lain ada video yang menggambarkan bagaimana seorang pemilik restoran memberikan makan gratis kepada seorang pengemis dan anaknya.
Tamu yang ada di restoran itu merasa jijik, tetapi si pemilik restoran tetap memberikan makan kepada si pengemis dan anaknya tersebut.
Satu dekade berlalu si pemilik restoran mendapat kesulitan keuangan dan hampir putus asa, akhirnya ia memutuskan hendak menjual restoran tersebut.
Tak disangka datanglah malaikat penyelamat, yaitu anak pengemis yang dulu pernah ditolongnya.
Anak pengemis ini ternyata kemudian menjadi pengusaha sukses dan tak melupakan kebaikan si pemilik restoran.
Restoran pun tetap beroperasi selanjutnya.
Banyak juga video yang mengisahkan kehidupan romansa anak muda, dan semua memiliki pesan moral yang positif: jangan terlalu terbeban romansa masa lalu, berani melangkah maju, menghargai diri sendiri dan jangan mau ditindas oleh pasangan yang dominan.
Ada juga video-video yang bertemakan tempat kerja yang kadang juga memiliki dinamika yang tak selalu positif.
Demikian video semacam ini pun banyak diproduksi dan juga banyak ditonton oleh para netizen.
Video tersebut menggunakan bahasa asli mereka (Mandarin) dengan diberi subtitle Indonesia.
Belakangan penulis menemukan video yang lebih kurang serupa diadaptasi dalam bahasa Indonesia dengan pemeran orang Indonesia.
Penulis tak ingin menyelidiki lebih jauh apakah ada hubungan antara video asli dengan bahasa Mandarin dengan video serupa dalam bahasa Indonesia.
Nilai-nilai Kehidupan
Dari sejumlah video tersebut, penonton diajak meresapi nilai-nilai tidak sombong, tidak menilai penampilan orang dari luarnya saja, membalas budi kebaikan seseorang, menghormati orangtua, bertindak yang patut di ruang publik, tidak menindas orang kecil, dan lain-lain.
Ini adalah nilai-nilai kehidupan yang kita temui dalam keseharian.
Hal yang menurut penulis menarik adalah nilai-nilai kebajikan yang umumnya kita dengar saat di sekolah, atau dalam sekolah kehidupan, atau juga dalam pertemuan-pertemuan keluarga, dibuat dalam video pendek dengan variasi yang banyak serta menarik.
Generasi audiovisual serta generasi digital dimanjakan dengan penyebaran luas konten positif seperti ini.
Jika penulis membayangkan bahwa video ini dibuat dan ditujukan kepada kaum muda China, maka kebijakan serta nasihat yang biasanya diberikan orangtua atau keluarga besar, kini beralih disampaikan lewat video-video pendek ini.
Satu tokoh bisa memerankan peran berbeda-beda dari film ke film, tetapi tetap satu dua tokoh tertentu yang selalu dianggap sebagai pahlawan, malaikat kebaikan, ataupun dewa penolong.
Penulis tak memiliki informasi memadai tentang bagaimana proses produksi yang dilakukan oleh akun-akun di atas, mengingat China termasuk yang banyak melakukan sensor atau pemblokiran atas media sosial dari luar China.
Namun, konten dari akun-akun itu menarik dicermati walaupun sering terselip iklan-iklan produk di dalamnya.
Dari akun-akun itu, penulis jadi berpikir mengapa di Indonesia belum ada yang membuat video-video pendek yang menekankan pesan-pesan penting dengan cara yang menarik, dengan bungkusan cerita yang memikat dan dengan pesan yang sederhana.
Indonesia pasti bukanlah China dengan berbagai masalah yang perlu juga ditampilkan, mulai dari mempromosikan keberagaman, toleransi, antikorupsi, menjaga lingkungan, hingga menjaga kebersihan.
Jika ada banyak akun media sosial di Indonesia mengisi kontennya dengan prank, konten tak berguna, dengan talk show yang seolah-olah boleh bicara kasar atau kotor, bahkan porno, mengapa konten yang berisikan nilai positif lewat video-video pendek tak dilirik oleh para content creator kita?
Jika ada banyak kampanye soal mengisi media sosial dengan konten yang positif, kita tak perlu malu jika kita meniru sejumlah video di atas dan menyesuaikannya untuk konteks Indonesia saat ini.
Ya, kita butuh lebih banyak konten positif daripada konten sebaliknya. (Ignatius Haryanto, Pengajar Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara, Serpong)-dhn
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul “Menyebarkan Keutamaan Lewat Media Sosial”. Klik untuk baca: https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/09/menyebarkan-keutamaan-lewat-media-sosial/.