WahanaNews.co | Wacana pembelajaran tatap muka perlu dibarengi dengan kontrol kualitas ruang kelas pada setiap daerah.
Pasalnya, pada daerah zona kuning atau zona risiko rendah Covid-19, terdapat sekitar 30.000 ruang kelas yang mengalami rusak berat.
Baca Juga:
SMA-SMK di Banten Siap Terapkan PTM 100 Persen, Simak Alasannya
Keselamatan sekitar 700.000 siswa terancam.
Sejumlah daerah kini mulai berencana untuk melakukan proses belajar dan mengajar tatap muka.
Hal ini dilakukan di tengah melandainya penambahan kasus positif Covid-19 pada berbagai wilayah.
Baca Juga:
Jakarta Kembali PTM 100 Persen, Pemprov Diminta Atur Jam Pulang Siswa Agar Tak Berkerumun
Pada daerah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, sebanyak 15 dari 24 kecamatan bahkan telah memulai pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Kegiatan belajar dan mengajar tatap muka dilakukan pada kecamatan yang termasuk zona hijau.
Sementara di Kota Bandung, Jawa Barat, pembelajaran tatap muka telah diatur dalam Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 83 Tahun 2021 sejak 24 Agustus 2021.
Dalam aturan ini, pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan dengan kapasitas maksimal 50 persen pelajar per kelas.
Di Kota Bogor, Jawa Barat, wacana pembelajaran tatap muka dikaji dengan sangat hati-hati.
Besaran persentase vaksinasi pelajar menjadi pertimbangan sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan.
Munculnya opsi pembelajaran tatap muka tidak terlepas dari Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3, Level 2 di wilayah Jawa dan Bali.
Bagi daerah yang masuk dalam penanganan PPKM level 3, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Jika menengok peta zonasi risiko yang dirilis oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah daerah yang termasuk zona merah di Indonesia memang telah berkurang signifikan.
Jika pada tanggal 20 Juli lalu terdapat 195 daerah yang masuk kategori risiko tinggi atau zona merah Covid-19, pada 22 Agustus jumlahnya berkurang menjadi 53 daerah.
Sementara daerah yang masuk kategori zona kuning atau risiko rendah Covid-19 bertambah cukup signifikan.
Jika pada 20 Juli hanya terdapat 41 daerah kategori zona kuning, jumlahnya meningkat mencapai 117 daerah pada 22 Agustus lalu.
Artinya, semakin banyak daerah-daerah yang melepaskan status zona merah dan bergeser ke zona oranye ataupun zona kuning.
Ada 36 daerah yang berubah status dari wilayah zona risiko tinggi menjadi risiko rendah dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
Jakarta Pusat, Kabupaten Tangerang di Banten, Kota Pasuruan di Jawa Timur, dan Kota Batam di Kepulauan Riau adalah beberapa di antaranya.
Sementara 67 daerah lainnya turun status dari daerah risiko sedang atau zona oranye menjadi daerah risiko rendah pada kurun waktu yang sama.
Kabupaten Sumedang di Jawa Barat, Padang Pariaman di Sumatera Barat, dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara adalah beberapa daerah yang mencatatkan penurunan status zona risiko.
Kondisi inilah yang melatarbelakangi timbulnya wacana pembelajaran tatap muka di sejumlah wilayah.
Melandainya penambahan jumlah kasus dan penurunan status risiko Covid-19, ditanggapi oleh sejumlah wilayah dengan wacana pembukaan ruang kelas.
Namun, wacana ini memiliki risiko jika tidak dipersiapkan dengan matang.
Selain potensi penyebaran Covid-19, sisi lainnya yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah kondisi ruang kelas yang jarang atau bahkan tidak digunakan selama pandemi.
Kondisi Ruang Kelas
Kondisi kerusakan ruang kelas perlu menjadi perhatian utama, khususnya pada daerah yang masuk kategori zona kuning atau risiko rendah Covid-19.
Pasalnya, daerah-daerah inilah yang berpotensi membuka sekolah lebih awal untuk menjalani pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Hingga 22 Agustus 2021 lalu, terdapat 117 kabupaten dan kota pada 24 provinsi di Indonesia yang masuk kategori zona kuning.
Daerah-daerah ini memiliki kerusakan ruang kelas yang cukup tinggi pada tahun 2020 lalu.
Berdasarkan catatan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, terdapat 344.811 ruang kelas yang mengalami kerusakan pada 117 daerah zona kuning Covid-19.
Kerusakan terdiri dari berbagai kategori, seperti rusak ringan, sedang, hingga berat.
Dari seluruh ruang kelas yang mengalami kerusakan, perhatian khusus perlu ditujukan pada ruang kelas yang mengalami rusak berat.
Pasalnya, ruang kelas kategori inilah yang sangat mengancam keselamatan para pelajar.
Jika merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Prt/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, ruang kelas disebut mengalami rusak berat jika mengalami kerusakan hingga 65 persen pada sebagian besar komponen bangunan.
Kerusakan mencakup komponen struktural maupun nonstruktural dari bangunan ruang kelas.
Pada tahun 2020 lalu, terdapat 30.092 ruang kelas yang mengalami rusak berat pada seluruh daerah yang kini masuk kategori zona kuning Covid-19.
Secara persentase, kerusakan ruang kelas ini mencapai 7,4 persen dari seluruh ruangan yang ada.
Jika menilik sebaran wilayah, wilayah-wilayah di Indonesia bagian barat mendominasi tingkat kerusakan kategori berat.
Kerusakan tertinggi terjadi di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara.
Pada tahun lalu, terdapat 1.317 ruang kelas yang mengalami rusak berat.
Jumlah ini setara dengan 30 persen dari total ruang kelas yang ada di wilayah itu pada jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.
Nias Selatan adalah satu dari 117 daerah yang masuk zona risiko rendah Covid-19.
Perbaikan sekolah-sekolah rusak di wilayah ini tentu perlu menjadi prioritas agar tidak menimbulkan korban bagi para pelajar dan tenaga pendidik saat pembelajaran tatap muka dilakukan.
Sementara di Pulau Jawa, Kabupaten Garut di Jawa Barat menjadi daerah dengan tingkat kerusakan ruang kelas tertinggi untuk kategori rusak berat.
Ada 1.102 ruang kelas di wilayah ini yang mengalami rusak berat.
Jumlah ini setara dengan 6,6 persen dari total ruang kelas yang ada.
Pada daerah Indonesia bagian timur, kerusakan ruang kelas tertinggi tercatat di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Sebanyak 516 ruang kelas pada berbagai jenjang pendidikan mengalami kerusakan.
Secara persentase, tingkat kerusakan mencapai 18,7 persen dibandingkan seluruh ruang kelas di wilayah ini.
Keselamatan Pelajar
Banyaknya ruang kelas yang mengalami rusak berat tentu menjadi lampu kuning bagi daerah-daerah yang ingin membuka sekolah dan melakukan pembelajaran tatap muka.
Jika dibiarkan, kerusakan ini bisa berdampak fatal.
Jika menghitung potensi pelajar terdampak, terdapat 765.787 pelajar pada daerah zona kuning Covid-19 yang terancam belajar di ruang kelas rusak berat jika pembelajaran tatap muka dilakukan saat ini.
Potensi ini dihitung berdasarkan rasio rata-rata jumlah siswa per kelas di masing-masing daerah dan jumlah ruang kelas yang rusak berat di setiap wilayah.
Jumlah pelajar yang terdampak akan semakin besar jika turut memperhitungkan ruang kelas yang mengalami rusak sedang.
Pada kategori ini, tingkat kerusakan ruang kelas maksimal mencapai 45 persen dari kondisi ruangan. Kerusakan mencakup komponen nonstruktural dan struktural seperti atap dan lantai.
Sekitar 1,5 juta siswa terdampak kerusakan ruang kelas skala sedang.
Jika digabungkan, maka terdapat 2,3 juta pelajar yang harus belajar di ruang kelas rusak berat dan rusak sedang jika pembelajaran tatap muka dilakukan tanpa adanya upaya perbaikan ruang kelas.
Kondisi ini tentu menjadi ancaman serius bagi pelajar dan tenaga pengajar.
Di tengah kondisi ini, kondisi ruang kelas adalah aspek yang perlu segera ditinjau dan dipertimbangkan sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan.
Keselamatan pelajar menjadi taruhan jika pembelajaran tatap muka tetap dilakukan di tengah kondisi kerusakan ruang kelas. [qnt]
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul "Alarm Kerusakan Sekolah di Tengah Pandemi". Klik untuk baca: www.kompas.id/baca/riset/2021/08/30/alarm-kerusakan-sekolah-di-tengah-pandemi/.