WahanaNews.co | Sungai-sungai di Indonesia sudah tercemar mikroplastik, dengan yang terparah ada di Jawa Timur. Apa sebabnya?
Hal itu terungkap berdasarkan penelitian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) melalui Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) sepanjang 2022. Mereka menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional.
Baca Juga:
Bahaya Mikroplastik Jika Masuk ke dalam Tubuh Anak
"Yang paling tinggi terhadap kontaminasi partikel mikroplastik yaitu Provinsi Jatim ditemukan 636 partikel per 100 liter, kemudian Sumatera Utara ditemukan 520 partikel per 100 liter, Sumatera Barat ditemukan 508 partikel per 100 liter," kata peneliti Ecoton Muhammad Alaika Rahmatulloh, Kamis (29/12).
Bangka Belitung menyusul dengan 497 partikel per 100 liter, lalu Sulawesi Tengah 417 partikel per 100 liter.
"Keadaan sungai di Indonesia sampai saat ini dinilai masih buruk karena banyak ditemukan sampah plastik di bantaran dan badan air. Hal ini yang menjadi sumber dari adanya kontaminasi mikroplastik," ucapnya.
Baca Juga:
Kontaminasi Mikroplastik di Sungai Babel Tertinggi Nomor Empat
Alaik menuturkan ukuran partikel mikroplastik yang terdapat pada air sungai-sungai itu berukuran kurang 5 milimeter. Jenis yang mendominasi ialah fibre atau serat sebesar 49,20 persen. Partikel ini berasal dari degradasi kain sintetik limbah rumah tangga.
Lalu, 25,60 persen mikroplastik jenis filamen, yang berupa potongan kecil kantong plastik yang dibuang ke sungai. Seperti kresek dan kemasan plastik single layer.
Kemudian, Fragment sebesar 18,6 persen dari tutup dan kemasan botol plastik. Pellet sebesar 4 persen, merupakan mikroplastik primer yang langsung diproduksi oleh pabrik sebagai bahan baku pembuatan produk plastik. Serta Foam sebanyak 0,4 persen, berasal dari degradasi setiap jenis styrofoam.
Kenapa mikroplastik banyak di sungai RI?
Ecoton menduga penyebab utama pencemaran mikroplastik di sungai Indonesia, utamanya di Jawa Timur, adalah akibat manajemen tata kelola sampah yang amburadul.
"Tata kelola sampah di Indonesia belum merata, regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah masih minim," ucapnya.
Bahkan, regulasi tentang pengelolaan sampah sejauh ini hanya dimiliki hanya 45 persen dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Padahal Presiden Joko Widodo telah meminta pemerintah daerah menjadikan urusan sampah sebagai prioritas utama.
"Presiden Jokowi meminta pengelolaan sampah harus menjadi program penting dibuat terpadu dan sistemik. Harus ada keterlibatan masyarakat dan swasta serta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," ujarnya.
Pengelolaan sampah masih dilakukan dengan tradisional memakai pola land field. Alaik menyebut pola ini sangat berbahaya karena hanya buang, angkut dan timbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Selain itu, pemanfaatan sampah saat ini masih sangat kecil, hanya sekitar 7,5 persen dari total sampah yang menumpuk setiap hari," kata dia.
Bahaya mikroplastik
Ia mengatakan mikroplastik ini lebih berbahaya dari yang diperkirakan karena mengancam keberlangsungan makhluk hidup. Berdasarkan komponennya, plastik tersusun oleh senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida dan bisphenol A.
"Apabila tubuh terpapar oleh senyawa tersebut maka akan menyebabkan iritasi atau gangguan pernafasan, mengganggu hormon endokrin sampai berpotensi menyebabkan kanker," ucapnya.
Senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam plastik meliputi phthalate, penghalang api, dan alkalyphenol juga dapat menyebabkan gangguan aktivitas endokrin hingga berdampak pada kesuburan.
Senyawa dari plastik memiliki aktifitas mengganggu hormone estrogen sehingga jika masuk kedalam tubuh dapat meniru hormon estrogen. Senyawa tersebut dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan.
"Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah segera membuat kebijakan dan strategi untuk menyelesaikan masalah persampahan dan tata kelola sampah di indonesia agar sampah plastik tidak bocor ke lingkungan yang menjadi cikal bakal mikroplastik," pungkas Ecoton.[zbr]