WahanaNews.co, Jakarta - Pola cuaca El Nino tahun ini telah menjadi masalah serius bagi kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia, dampak dari fenomena ini bahkan mengancam melelehnya lapisan salju abadi di Pegunungan Jayawijaya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa lapisan salju abadi di Puncak Jaya terus mengalami pencairan akibat perubahan iklim, terutama terjadi pada tahun 2015-2016 saat El Nino yang kuat melanda Indonesia.
Baca Juga:
Denisovan, Manusia Purba yang Kuat: Jejak DNA-nya Masih Hidup di Orang Papua
Hal ini menyebabkan suhu permukaan menjadi lebih tinggi, dan dampaknya adalah mencairnya gletser di Puncak Jaya hingga mencapai 5 meter per tahun.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan, "Fenomena El Nino tahun 2023 memiliki potensi untuk mempercepat proses kepunahan lapisan es di Puncak Jaya. Situasi ini memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan di daerah tersebut." Ujarannya disampaikan melalui pernyataan tertulis pada Rabu, 23 Agustus 2023.
Melansir CNBC Indonesia, situasi ini juga telah menarik perhatian beberapa media internasional. Reuters, sebagai contoh, telah merangkum ancaman tersebut dalam sebuah artikel berjudul "El Nino could doom Indonesia's rare tropical glaciers by 2026" (El Nino bisa menghancurkan gletser tropis langka di Indonesia pada tahun 2026).
Baca Juga:
Polda Papua Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan Ke–79
Menurut pakar klimatologi dari BMKG yang juga memimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya, Donaldi Sukma Permana, gletser di Indonesia sedang menghadapi ancaman kepunahan yang sangat cepat.
"Gletser mungkin akan hilang sebelum tahun 2026, atau bahkan lebih cepat, dan El Nino dapat mempercepat proses pencairannya," kata Donaldi, merujuk pada apa yang disebut sebagai 'Gletser Keabadian'.
Gletser, yang menurutnya merupakan salah satu dari sedikit gletser yang tersisa di daerah tropis, adalah Piramida Carstensz setinggi 4.884 m (16.000 kaki) dan East Northwall Firn, yang tingginya 4.700 m (15.420 kaki), di pegunungan Jayawijaya di wilayah paling timur Papua.